TOMOHON|PRONEWSNUSANTARA- Sekretaris Daerah Kota (Sekdakot) Tomohon Edwin Roring beserta para penjabat Pemkot Tomohon lainnya, diketahui telah melakukan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), untuk tahun 2023.
Dalam laporan yang diajukan, Edwin Roring menyatakan bahwa harta kekayaannya pada tahun 2023 mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain itu, dia juga melaporkan aset dan kewajiban keuangannya dengan rinci dan terperinci.
Proses pelaporan LHKPN ini merupakan upaya untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik,” kata
Penanggung jawab UP3L Jhon Sonny Liuw (Kaban BKPSDM).
Siwu juga menjelaskan, tugas UP3L adalah melaksanakan langkah atau upaya pencegahan terjadinya tindak pidana
korupsi dengan melakukan pendaftaran, dan pemantauan pelaporan LHKPN di Lingkungan Pemerintah Kota Tomohon.
Diharapkan, dengan adanya pelaporan ini, akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas para pejabat di Pemkot Tomohon”, jelas Siwu, pada (13/6).
Lantas bagimana dengan Walikota Caroll Senduk?
Dari data LHKPN yang dirangkum media ini, ternyata Caroll tidak melaporkan harta yang diperolehnya pada tahun 2022 dan 2023.
Tercata, Caroll Senduk hanya melaporkan harta yang diperolehnya pada tahun 2021 sejumlah 39.886.369.281, meningkat tajam dari tahun sebelumnya (2019) sejumlah 35.660.696.670.
Banyak yang menduga, tindakan Caroll yang tidak melaporkan harta yang diperolehnya selama dua tahun berturut-turut itu, diduga sebagai upaya dirinya menyembunyikan harta yang diperolehnya selama tahun 2022 Dan 2023.
Apa lagi diketahui, pada tahun 2021, Pemkot Tomohon mendapat pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp 100,35 miliar, yang digunakan membangun infrastruktur jalan, jembatan, pariwisata, serta Sumber Daya Air (SDA).
Utang PEN tersebut kemudian mulai digunakan untuk membangun infrastruktur pada tahun 2022 dan 2023, tahun dimana Caroll tidak melaporkan hartanya ke KPK.
Bukan rahasia umum lagi, bahwa ada oknum kepala daerah, yang meminta fee dari setiap proyek yang dibangun, baik menggunakan APBD maupun hutang pinjaman, termasuk PEN tersebut,” ucap salah satu warga tomohon yang minta nama mereka tidak di publis.
Dari fee proyek tersebut dijelaskan mereka (sumber terpercaya media ini), tentu saja akan menambah jumlah harta setara Kas yang tercatat di rekening bank masing-masing kepala daerah yang menerima fee proyek, maupun akan menambah daftar harta benda yang dimiliki seperti mobil dan tanah.
Hal tersebutlah yang terkadang menjadi penyebab, seorang kepala daerah enggan melaporkan harta kekayaan yang diperolehnya ke KPK,” pungkasnya.
Caroll Senduk sendiri kepada publik, sampai saat ini belum memberikan klarifikasi terkait LHKPN 2023 yang tidak dilaporkan olehnya.
LHKPN dan Sanksi Jika Pelaporan Harta Tidak Lengkap
Laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tengah ramai dibicarakan imbas kasus penganiayaan yang diduga dilakukan anak seorang pejabat Kementerian Keuangan. Belakangan disebut-sebut, harta sang pejabat yang kerap dipamerkan si anak tidak dilaporkan di dalam LHKPN. Bagaimana ketentuan LHKPN itu sendiri dan sanksi jika tidak melaporkannya?
Apa Itu LHKPN?
Dilansir dari Hukumonline.com berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan KPK 2/2020 Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN adalah laporan dalam bentuk dokumen, termasuk namun tidak terbatas pada dokumen elektronik tentang uraian dan rincian informasi mengenai harta kekayaan, data pribadi, penerimaan, pengeluaran, dan data lainnya atas harta kekayaan penyelenggara negara.
Adapun yang dimaksud dengan penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara atau pejabat publik lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kapan Pelaporan LHKPN Dilakukan?
Ketentuan Pasal 4 Peraturan KPK 2/2020 kemudian menerangkan bahwa LHKPN ini wajib dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK pada saat:
Diangkat sebagai penyelenggara negara pada saat pertama kali menjabat.
Berakhirnya masa jabatan atau pensiun sebagai penyelenggara negara.
Pengangkatan kembali sebagai penyelenggara negara setelah masa jabatan berakhir atau pensiun.
Masih menjabat sebagai penyelenggara negara.
Pelaporan LHKPN bagi penyelenggara negara yang pertama kali menjabat, pensiun, dan diangkat kembali setelah pensiun wajib dilakukan paling lambat tiga bulan terhitung sejak tanggal pengangkatan atau pensiun sebagai penyelenggara negara.
Kemudian, bagi penyelenggara negara yang masih menjabat, LHKPN wajib dilaporkan dalam jangka waktu paling lambat pada tanggal 31 Maret di tahun berikutnya. Sebagai contoh, pelaporan LHKPN periode 2022 dimulai sejak 1 januari 2023 dan berakhir pada 31 Maret 2023.
Ketentuan Laporan LHKPN kepada KPK
Penyampaian LHKPN KPK dilakukan secara elektronik melalui laman resmi di situs elhkpn.kpk.go.id. Dalam penyampaiannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan KPK 2/2020, LHKPN haruslah memuat sejumlah data, antara lain:
1. Nama;
2 Jabatan;
3.Instansi;
4. Tempat dan tanggal lahir;
5. Alamat;
6. Identitas istri/suami dan anak, baik anak tanggungan maupun bukan anak tanggungan;
7. Jenis, nilai, asal usul dan tahun perolehan serta pemanfaatan harta kekayaan;
8. Besaran penerimaan dan pengeluaran;
9. Surat kuasa mendapatkan data keuangan dengan tanda tangan sesuai dengan KTP; dan
10. surat pernyataan dari penyelenggara negara.
Setelah penyampaian dilakukan, KPK akan melakukan verifikasi administratif dari LHKPN yang disampaikan. Verifikasi tersebut dilakukan dengan memeriksa ketepatan dan kelengkapan laporan yang disampaikan, termasuk halnya surat kuasa mendapatkan data keuangan.
Nantinya, hasil verifikasi akan disampaikan kepada penyelenggara negara paling lambat 60 hari kerja sejak LHKPN disampaikan. Jika LHKPN dinilai belum lengkap, nantinya KPK akan menginformasikan bagian-bagian yang perlu diperbaiki atau dilengkapi. Adapun waktu yang diberikan untuk perbaikan atau melengkapi LHKPN ini adalah 30 hari kerja setelah pemberitahuan diterima.
Jika dalam kurun waktu yang ditetapkan penyelenggara negara tidak juga memenuhi kewajibannya atau tidak kunjung melengkap atau memperbaiki laporan, penyelenggara negara tersebut dianggap belum menyampaikan LHKPN.
Sanksi terkait Pelaporan LHKPN
Yang menerangkan bahwa dalam hal penyelenggara negara tidak melaporkan LHKPN atau tidak memenuhi kewajibannya, maka Komisi dapat memberikan rekomendasi kepada atasan langsung atau pimpinan lembaga tempat penyelenggara negara berdinas untuk memberikan sanksi administratif kepada penyelenggara negara yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tidak hanya bagi yang tidak melaporkan, sanksi dapat dikenakan pada pejabat yang tidak melaporkan harta kekayaannya dengan benar, baik keliru atau daftar kekayaan yang dimasukkan tidak lengkap. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (2) Peraturan KPK 2/2020 yang menerangkan bahwa penyelenggara negara yang memberikan keterangan tidak benar mengenai harta kekayaannya dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
[**/arp]