JAKARTA- Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang menargetkan pengetatan produk rokok menuai kritik tajam. Anggota Komisi XI DPR, Willy Aditya, menyatakan bahwa kebijakan ini berpotensi memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran dalam industri hasil tembakau (IHT). Ia menegaskan, alih-alih menciptakan lapangan kerja, kebijakan ini malah dapat mengancam mata pencaharian banyak orang.

Menurut Willy, aturan yang mengatur standar kemasan polos tanpa merek dan melibatkan sedikit stakeholder ini akan menurunkan produksi secara signifikan. “Warung kelontong pun sangat bergantung pada penjualan rokok,” katanya. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga memperkirakan bahwa dampak PHK tidak hanya akan terjadi di industri tembakau, tetapi juga di sektor pendukung seperti industri kertas dan filter.

Willy mengingatkan bahwa industri tembakau adalah bagian penting dari identitas nasional yang harus dilindungi. Dengan kontribusi cukai hasil tembakau mencapai Rp 210,29 triliun pada tahun 2023, sektor ini berperan signifikan dalam pendapatan negara.

Kritik terhadap PP 28/2024 juga datang dari Gabungan Pengusaha Rokok Perusahaan Indonesia (GAPPRI), yang menyatakan bahwa regulasi ini menghambat industri yang telah berkontribusi besar dalam perekonomian, terutama selama pandemi. Willy menyerukan perlunya solusi yang melibatkan semua pihak untuk mencapai keseimbangan antara kesehatan masyarakat dan keberlangsungan industri.

“Solusi triple win dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem yang lebih luas dan berkelanjutan,” pungkasnya.

[**/GR]