PRONEWS|TOMOHON- Polemik hukum dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 di Kota Tomohon kembali menjadi sorotan setelah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Tomohon melayangkan surat resmi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tomohon pada 25 September 2024.

Surat bernomor 261/PM.00/K.SA-15/09/2024 itu berisi imbauan agar KPU mematuhi aturan hukum demi menjaga integritas pemilu.

Namun, KPU diduga tidak menindaklanjuti rekomendasi tersebut, memunculkan kritik tajam dari berbagai pihak.

Bawaslu Kota Tomohon menekankan pentingnya mematuhi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, khususnya Pasal 71 dan Pasal 190, yang melarang pejabat daerah melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon dalam enam bulan sebelum penetapan calon.

Selain itu, Bawaslu juga mengingatkan potensi sanksi berat, termasuk pembatalan pencalonan dan ancaman pidana penjara, bagi pelanggar aturan ini.

Puncak kritik mengarah pada pencalonan petahana, Caroll Senduk, yang diduga melanggar Pasal 71 ayat (2) dengan melakukan mutasi pejabat pada 22 Maret 2024 tanpa izin tertulis Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Langkah ini dinilai melanggar aturan dan berpotensi membatalkan pencalonannya.

Hanny Meruntu, tokoh masyarakat Tomohon, menyayangkan sikap KPU yang dianggap lalai dalam mencegah pelanggaran ini.

“KPU seharusnya tegas menggugurkan pencalonan Caroll sejak awal untuk menghindari risiko hukum yang jelas diatur dalam undang-undang,” tegasnya.

Meruntu mengingatkan KPU untuk belajar dari kasus Bupati Boalemo pada Pilkada 2017, yang pencalonannya dicoret oleh Mahkamah Agung karena melanggar aturan serupa.

Caroll Senduk sendiri sempat mengklarifikasi tindakannya kepada Mendagri, mengklaim adanya perbedaan interpretasi aturan.

Namun, Mendagri melalui surat resmi tertanggal 29 Maret 2024 menegaskan bahwa mutasi tersebut melanggar aturan dan harus dibatalkan.

Selain kasus Caroll Senduk, KPU Kota Tomohon juga menghadapi sorotan atas pembatalan status Adolfien Supit sebagai anggota DPRD terpilih.

Supit, melalui kuasa hukumnya, telah melaporkan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran kode etik.

Supit menegaskan bahwa keputusan KPU tidak sesuai dengan amar putusan Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara. Ketua KPU Kota Tomohon, Albertien Grace Vierna Pijoh, membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa semua prosedur sudah sesuai aturan.

Namun, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, memperingatkan bahwa pelanggaran aturan oleh penyelenggara pemilu dapat mencederai demokrasi.

“Integritas pemilu harus dijaga, dan kami akan memastikan setiap tahapan berjalan sesuai hukum,” kata Bagja.

Hanny Meruntu mengimbau agar KPU dan Bawaslu bertindak lebih hati-hati dan profesional.

Ia menekankan bahwa kelalaian dalam menyelenggarakan pemilu tidak hanya merugikan calon tertentu, tetapi juga mencoreng proses demokrasi di mata publik.

“Demokrasi harus berjalan dengan adil, transparan, dan berdasarkan hukum.

Kelalaian KPU dalam kasus ini hanya akan menambah daftar panjang ketidakpercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu,” pungkasnya.

[**/ARP]