PRONEWS|CALIFORNIA- Kebakaran hutan yang melanda California Selatan pada Januari 2024 adalah salah satu tragedi paling destruktif dalam sejarah wilayah tersebut.
Dimulai pada 7 Januari, kobaran api yang berasal dari lima hutan berbeda memaksa 180.000 penduduk mengungsi dari rumah mereka, menewaskan setidaknya 10 orang, dan menghancurkan ribuan rumah.
Kota Los Angeles berubah menjadi zona darurat, menggambarkan bagaimana dampak perubahan iklim semakin nyata dan menghancurkan.
Kobaran api yang dahsyat tidak hanya melahap rumah-rumah, tetapi juga memaksa evakuasi massal, termasuk penghuni panti jompo yang harus dievakuasi di tengah malam dengan kursi roda.
Petugas pemadam kebakaran menghadapi tantangan luar biasa akibat hidran yang tidak mengeluarkan air atau hanya menghasilkan tekanan rendah.
Dilansir dari Time.com Ketua Dewan Pengawas Los Angeles, Kathryn Barger, menegaskan, “Kebakaran hutan tidak mengenal batas yurisdiksi.”
Lima kebakaran besar—Palisades, Eaton, Hurst, Sunset, Lidia, dan Kenneth—melebur menjadi satu bencana besar yang sulit dibedakan.
Dalam situasi yang genting ini, perdebatan politik tidak terhindarkan.
Presiden terpilih Donald Trump menyalahkan Presiden Joe Biden dan Gubernur Gavin Newsom atas lemahnya infrastruktur air dan dana pemadam kebakaran.
Namun, klaim Trump tentang “deklarasi pemulihan air” dibantah oleh kantor Newsom, yang menyatakan bahwa dokumen semacam itu tidak pernah ada.
Sementara itu, Badan Manajemen Darurat Federal (FEMA) telah mengeluarkan dana bantuan sejak awal kebakaran.
Namun, faktor utama di balik tragedi ini bukan hanya kesalahan politik lokal, melainkan dampak mendalam dari perubahan iklim global.
Ilmuwan sepakat bahwa perubahan iklim telah mempercepat frekuensi dan intensitas kebakaran hutan.
Tahun 2024 mencatat suhu rata-rata global melampaui 1,6°C di atas tingkat pra-industri, melampaui batas Perjanjian Paris yang bertujuan membatasi pemanasan hingga 1,5°C. Di California, kondisi panas ekstrem, kekeringan berkepanjangan, dan angin Santa Ana menciptakan kombinasi mematikan.
Peter Kalmus, ilmuwan dari NASA, menyatakan, “Seiring planet terus memanas, kekeringan semakin parah, yang memperburuk risiko kebakaran hutan.”
Ditambah dengan laporan dari Layanan Perubahan Iklim Copernicus, tahun 2024 menjadi tahun terpanas sejak pencatatan dimulai pada 1850.
Selain kebakaran di Los Angeles, dampak perubahan iklim juga terlihat di seluruh dunia.
Tahun 2024 menyaksikan banjir ekstrem di berbagai negara, tingkat es laut yang terus menurun, dan suhu lautan yang mencapai rekor tertinggi.
Kondisi ini memicu peningkatan uap air di atmosfer, memperburuk fenomena cuaca ekstrem.
Di Eropa, suhu musim panas dan musim semi melampaui rata-rata hingga lebih dari 1,5°C, memengaruhi kesehatan jutaan orang.
Stres panas menjadi masalah serius dengan gejala yang meluas dari mual hingga pembengkakan otak.
Kebakaran hutan di California Selatan bukan hanya tragedi lokal, tetapi juga peringatan global tentang perlunya aksi serius terhadap perubahan iklim.
Ilmuwan dan pembuat kebijakan harus bekerja sama untuk memahami, menerima, dan mengambil tindakan berbasis sains untuk mengurangi dampak lebih lanjut.
“Pemanasan dunia tidak dapat diatasi dengan perdebatan politik semata.
Diperlukan kebijakan konkret yang didasarkan pada ilmu pengetahuan untuk melindungi planet dan generasi mendatang,” tegas Jonathan Overpeck, dekan Universitas Michigan.
Bencana ini mencerminkan kompleksitas tantangan iklim global yang membutuhkan pendekatan lintas sektoral dan komitmen internasional.
Dari Los Angeles hingga seluruh dunia, waktu untuk bertindak semakin mendesak sebelum tragedi serupa kembali terulang dengan skala yang lebih besar.
[**/WIL]