JAKARTA|PRONEWS– Dalam langkah signifikan untuk mendukung keberlanjutan ekonomi mikro, Presiden Prabowo Subianto secara resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan piutang macet bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Selasa, 5 November 2024.

Kebijakan ini hadir sebagai solusi untuk membantu sektor-sektor vital, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, serta industri kreatif dan kuliner yang selama ini terdampak oleh beban piutang macet.

Dalam sambutannya, Presiden Prabowo mengungkapkan bahwa kebijakan ini merupakan respons terhadap berbagai masukan dari kelompok tani, nelayan, dan pelaku UMKM di seluruh Indonesia.

Ia menyebutkan bahwa UMKM, terutama yang bergerak di sektor pertanian dan perikanan, memiliki peran penting dalam ketahanan pangan nasional.

Dengan penghapusan piutang macet, pemerintah berharap dapat memberi dukungan konkret kepada sektor-sektor ini agar tetap berkelanjutan dan mampu berkontribusi pada perekonomian nasional.

“Kebijakan ini hadir sebagai langkah nyata untuk memastikan para produsen pangan dan pelaku UMKM yang selama ini berjuang agar dapat terus melanjutkan usaha mereka tanpa terbebani oleh piutang yang tak terbayar,” jelas Prabowo dalam penandatanganan PP tersebut di Istana Merdeka, Jakarta.

Kebijakan ini menetapkan bahwa tagihan piutang macet pada UMKM yang memenuhi kriteria tertentu akan dihapuskan.

Beberapa syarat yang diatur dalam peraturan ini antara lain adalah piutang yang sudah terhapuskan selama minimal lima tahun, dengan nilai pokok piutang tidak lebih dari Rp500 juta per debitur.

Kebijakan ini juga mencakup piutang yang tidak dijamin dengan asuransi atau agunan yang masih bernilai jual.

Selain itu, penghapusan piutang ini hanya berlaku untuk kredit yang tidak termasuk dalam program pemerintah yang masih berjalan, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). PP Nomor 47/2024 juga menetapkan bahwa kebijakan ini berlaku selama enam bulan, yaitu hingga 5 Mei 2025.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai regulator sektor keuangan, menyambut positif langkah ini.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menjelaskan bahwa kebijakan ini akan mengurangi beban UMKM yang selama ini terkendala oleh piutang macet.

Selain itu, penghapusan piutang juga akan memberikan kesempatan bagi debitur yang terdaftar dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) untuk memperbaiki status kredit mereka dan kembali memperoleh akses ke pembiayaan.

“Dengan adanya PP ini, kami berharap para pelaku UMKM yang sebelumnya terhalang oleh catatan buruk dalam sistem keuangan akan mendapatkan peluang baru untuk berkembang. Ini akan membuka akses mereka untuk pendanaan lebih lanjut,” ujar Mahendra.

Kebijakan ini diharapkan memberikan angin segar bagi pelaku UMKM, terutama di sektor-sektor yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.

Sektor pertanian, perikanan, dan UMKM lainnya yang mencakup industri kreatif dan kuliner, kini memiliki peluang lebih besar untuk berkembang tanpa terganggu oleh piutang yang tak terbayar.

Selain itu, kebijakan ini juga sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mendukung ketahanan pangan dan memperkuat perekonomian nasional, yang banyak bergantung pada keberlanjutan usaha mikro dan kecil.

Dengan demikian, penghapusan piutang macet dapat menjadi langkah strategis dalam membangkitkan kembali semangat para pelaku UMKM untuk terus berinovasi dan berkontribusi pada perekonomian Indonesia.

PP Nomor 47 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto membawa dampak positif yang signifikan bagi sektor UMKM di Indonesia. Dengan penghapusan piutang macet yang melibatkan pelaku usaha di sektor pertanian, perikanan, dan industri kreatif, kebijakan ini memberikan harapan baru untuk keberlanjutan usaha mereka.

Di sisi lain, OJK juga berkomitmen untuk memastikan kebijakan ini diterapkan secara tepat sasaran, sehingga UMKM yang benar-benar membutuhkan dukungan dapat merasakan manfaatnya.

Seiring dengan berjalannya waktu, langkah ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.

[**/WIL]