JAKARTA|ProNews.id – Diantara 9.919 bakal calon anggota legislatif (bacaleg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dan 674 bacaleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang masuk Daftar Calon Sementara (DCS) berdasarkan pengumuman Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada 19 Agustus 2023 lalu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan ada 15 nama yang pernah menjadi narapidana korupsi.

“Per hari ini, Sabtu, 26 Agustus 2023 pukul 12.00 WIB, total mantan terpidana korupsi yang menjadi bacaleg berjumlah 15 orang,” kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadana dalam keterangannya kepada media, Sabtu (26/08).

Ia mengingatkan, yang ICW lansir, baru klaster DPR dan DPD.

“Bukan tidak mungkin ada banyak nama mantan terpidana korupsi sedang mencalonkan diri sebagai anggota DPRD, baik level kota, kabupaten, maupun provinsi,” sambung Kurnia.

Untuk itu, lanjutnya, ICW mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI segera mengumumkan kepada masyarakat terkait status hukum para caleg tersebut.

“Baik tingkat DPRD kota/kabupaten/provinsi, DPR RI, dan DPD RI yang berstatus sebagai mantan koruptor,” tambah dia.

Ramadana mengatakan, harapan adanya kebijakan progresif dalam pemberantasan korupsi di masa mendatang, sepertinya masih menjadi angan-angan semu.

“Bagaimana tidak, hari ini partai politik sebagai pengusung bakal caleg ternyata masih memberi karpet merah kepada mantan terpidana korupsi,” ujarnya.

ia pun menagih janji Ketua KPU, Hasyim Asy’ari yang pada akhir Juli lalu menyatakan bahwa mantan terpidana korupsi yang didaftarkan sebagai bacaleg akan diumumkan saat penetapan DCS.

Aktivis anti korupsi ini menilai, ketiadaan pengumuman status terpidana korupsi dalam DCS, tentu akan menyulitkan masyarakat untuk berpartisipasi memberikan masukan dan tanggapan terhadap DCS secara maksimal.

Terlebih, lanjutnya, informasi mengenai daftar riwayat hidup para bakal caleg juga tidak disampaikan melalui laman KPU.

“Jika pada akhirnya para mantan terpidana korupsi tersebut lolos dan ditetapkan dalam daftar calon tetap (DCT), tentu probabilitas masyarakat memilih calon yang bersih dan berintegritas akan semakin kecil,” sambung dia, sebagaimana dirilis juga dalam Siaran Pers ICW sehari sebelumnya.

Padahal, menurut ICW, hasil survei jajak pendapat yang dipublikasikan oleh Litbang Kompas menunjukkan bahwa sebanyak 90,9 persen responden tidak setuju mantan napi korupsi maju sebagai caleg dalam pemilu.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) antirasuah ini menyebutkan, kondisi ini berbeda dengan Pemilu 2019, di mana KPU pada saat itu justru sangat progresif karena mengumumkan daftar nama caleg yang berstatus sebagai mantan terpidana korupsi.

“Artinya, langkah KPU RI saat ini jelas sebuah langkah mundur, tidak memiliki komitmen antikorupsi dan semakin menunjukkan tidak adanya itikad baik untuk menegakkan prinsip pelaksanaan pemilu yang terbuka dan akuntabel sebagaimana disinggung dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” tegas ICW.

Berikut daftar 15 nama caleg yang teridentifikasi sebagai mantan napi koruptor, seperti dilansir dari www.tirto.id:

1. Abdillah, bacaleg DPR-RI, Partai NasDem, Dapil Sumatera Utara I, nomor urut 5, kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewengan dana APBD.

2. Abdullah Puteh, DPR-RI, Partai NasDem, Dapil Aceh II, nomor urut 1, kasus korupsi pembelian 2 unit helikotpter saat menjadi Gubernur Aceh.

3. Susno Duadji, DPR, PKB, no. urut 2, korupsi pengamanan Pilkada Jabar 2009 dan korupsi penanganan PT Salmah Arowana Lestari.

4. Nurdin Halid, DPR, Partai Golkar, Dapil Sulsel II, no. urut 2, korupsi distribusi minyak goreng Bulog.

5. Rahudman Harahap, DPR, Partai NasDem, Dapil Sumut I, no. urut 4, korupsi dana tunjangan aparat desa Tapanuli Selatan saat menjadi Sekda Tapanuli Selatan.

6. Al Amin Nasution, DPR, PDIP, Dapil Jawa Tengah VII, no. urut 1, kasus: menerima suap dari Sekda Kab. Bintan Kepri Azirwan untuk memuluskan proses alih fungsi hutan lindung di Kab Bintan.

7. Rokhmin Dahuri, DPR, PDIP, Dapil Jabar VIII, no. urut 1, korupsi dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan.

8. Patrice Rio Capella, DPD, Dapil Bengkulu, no. urut 10, kasus: menerima gratifikasi dalam proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah BUMD di Sumut oleh Kejaksaan.

9. Dody Rondonuwu, DPD, dapil Kalimantan Timur, no. urut 7, kasus: korupsi dana asuransi 25 orang anggota DPRD Kota Bontang periode 2000-2004 (saat itu Dody masih menjadi anggota DPRD Kota Bontang).

10. Emir Moeis, DPD, Dapil Kaltim, no. urut 8, kasus suap proyek pembangunan PLTU di Tarahan, Lampung, 2004.

11. Irman Gusman, DPD, Dapil Sumbar, no. urut 7, kasus suap dalam impor gula oleh Perum Bulog.

12. Cinde Laras Yulianto, DPD, Yogyakarta, no. urut 3, kasus: korupsi dana purna tugas Rp3 miliar.

13. Budi Antoni Aljufri, DPR, dapil Sumatera Selatan II, Partai Nasdem, No. Urut 9, mantan terpidana korupsi dalam perkara suap Ketua Mahkamah Konstitusi, mantan Bupati Empat Lawang).

14. Eep Hidayat, DPR, dapil Jawa Barat IX, Partai Nasdem, No. Urut 1, mantan terpidana korupsi dalam perkara biaya pungut pajak bumi dan bangunan kabupaten Subang, mantan Bupati Subang).

  • 15. Ismeth Abdullah, DPD dapil Kepulauan Riau, No. Urut 8, mantan terpidana korupsi dalam perkara pengadaan mobil kebakaran, mantan Gubernur Kepulauan Riau.

(*/Rev)