JAKARTA|ProNews.id – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) merilis sepuluh provinsi berpotensi memiliki kerawanan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilu 2024.
Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty S.Sos.I., M.H menyebutkan, tertinggi pertama, yakni Maluku Utara (Malut), disusul kedua, Sulawesi Utara (Sulut), dan ketiga Banten.
Selanjutnya, seperti dilansir dari laman resmi Bawaslu, urutan keempat hingga sepuluh adalah: Sulawesi Selatan (Sulsel), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Timur (Kaltim), Jawa Barat (Jabar), Sumatera Barat (Sumbar), Gorontalo, dan Lampung.
“Inilah posisi provinsi yang kerawanannya tinggi, maka pada sepuluh provinsi ini pastikan upaya pencegahannya tepat,” katanya, saat membuka Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis: Netralitas ASN di Manado, Kamis (21/09) di Jakarta.
Ia berharap, 10 provinsi berpotensi kerawanan tertinggi soal netralitas ASN, memiliki kreatifitas dalam melakukan pencegahannya.
“Pencegahan ini dikencangkan, tidak boleh berjarak di pemerintahan, baik yang ada di provinsi maupun kabupaten/kota. Alasannya, upaya pencegahan yang baik, yaitu dengan membangunnya melalui komunikasi yang bertujuan mencegah melakukan pelanggaran,” ujar Lolly.
Sedangkan, di tingkat kabupaten/kota, tercatat 20 daerah yang memiliki kerawanan tinggi.
Diantaranya, bebernya, Kabupaten Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Kab. Wakatobi, Kota Ternate, Kab. Sumba Timur, Kota Parepare, Kab. Bandung, Kab. Jeneponto, dan Kab. Mamuju.
Lalu, Kab. Halmahera Selatan, Kab. Bulu Kumba, Kab. Maros, Kota Tomohon, Kab. Konawe Selatan, Kota Kotamobagu, Kab. Kediri, Kab. Konawe Utara, dan Kab. Poso.
Potensi kab/kota terawan selanjutnya, lanjut dia, yakni Kab. Kepulauan Sula, Kab. Tolitoli, Kab. Nias Selatan, Kab. Pangkajene dan Kepulauan, Kota Banjarbaru, Kab. Dompu, Kab. Sigi, dan Kab. Luwu Timur.
“Dua puluh kabupaten/kota potensi rawan tertinggi ini, siapkan program pencegahan terbaik, siapkan upaya mitigasi risiko terkuat supaya tidak terjadi di 2024,” tegas Suhenty.
Selanjutnya, sepuluh provinsi kerawanan tertinggi berdasarkan agregat kabupaten/kota, yakni Malut, Sulut, Sulsel, Sulawesi Barat (Sulbar), Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Tengah (Sulteng), Nusa Tenggara Barat (NTB), Papua Selatan, Banten, dan Kalimantan Timur (Kaltim).
“Artinya di sepuluh provinsi ini, tersebar di kabupaten/kota dam masif terjadi di kabupaten/kota dengan skornya masing-masing,” urai Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu ini.
Dijelaskannya juga, pola pelanggaran netralitas ASN yang terjadi, yakni mempromosikan calon tertentu, pernyataan dukungan secara terbuka di media sosial dan juga media lainnya. Lalu, kata dia, penggunaan fasilitas negara untuk mendukung petahana, teridentifikasi dukungan dalam bentuk grup WhatsApp, dan terlibat secara aktif maupun pasif dalam kampanye calon.
“Paling banyak terjadi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah,” tukas satu-satunya perempuan di keanggotaan Bawaslu ini.
Sementara, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga, Togap Simangunsong menjelaskan jenis pelanggaran kode etik netralitas ASN sesuai Keputusan Bersama lima kementerian/lembaga yang ditandatangani tanggal 22 September 2022.
Pertama, memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya, terkait bakal calon peserta pemilu dan pemilihan.
“Kedua, sosialisasi atau kampanye media sosial atau online bakal calon,” ujarnya.
Ketiga, menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/ dukungan secara aktif.
Keempat, lanjut dia, membuat posting, komen, share, like, bergabung atau mengikuti dalam grup atau akun pemenangan bakal calon.
Kelima, memposting pada media sosial dan media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan bakal calon, tim sukses, dan alat peraga terkait parpol.
“Keenam, ikut dalam kegiatan kampanye, sosialisasi, atau pengenalan bakal calon, kedelapan, mengikuti deklarasi atau kampanye bagi suami atau istri calon,” beber Simangunsong.
(*/Rev)