“Diskusi ini sangat strategis karena kita perlu bicara mengenai payung hukum sebagai landasan bagi kewenangan pemerintah provinsi untuk memenuhi tidak saja ketahanan pangan, tetapi sekaligus kemandirian dan kedaulatan pangan”, tambahnya.

Meskipun Sulawesi Selatan adalah lumbung pangan namun saat ini tengah menghadapi tantangan atas fenomena menurunnya minat masyarakat untuk bekerja di sektor pertanian, dan merebaknya alih fungsi lahan yang berdampak pada penurunan produktivitas pangan.

Prof. Dr. Ir. Ambo Ala, MS. menjelaskan strategisnya ketahanan pangan bagi negara. “Ketahanan pangan adalah benteng terakhir ketahanan negara.

Saat ini laju pertumbuhan pangan telah melampaui laju pertumbuhan Supply pangan di hampir semua negara sehingga ketahanan pangan telah menjadi isu global” jelas Prof Ambo Ala yang pernah menjabat Dekan Fakultas Pertanian dan Wakil Rektor Unhas. Secara rinci diterangkan Mantan Anggota Watimpres RI Membidangi Pertanian dan Pangan ini, bahwa terdapat 4 (empat) faktor kunci untuk memperkuat ketahanan pangan.

Pertama, mampu menjamin ketersediaan jangka panjang sekalipun ke tidak pastian global meningkat; kedua, mampu mengamankan Supply pangan sehat dan meningkatkan keuntungan sosial, dengan dampak lingkungannya yang rendah; ketiga, mampu menjamin keterjangkauan pangan; dan keempat, mampu menghasilkan dan merespons preferensi konsumen dalam hal kebutuhan sosial.

Dijelaskan pula bahwa untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan perlu adanya perubahan mindset mengenai modernisasi pertanian dengan memperhatikan aspek tradisional yang sarat kearifan lokal.

“Modernisasi pertanian yang dilakukan jangan sampai merusak kearifan lokal melainkan justru harus menghidupkan local and indigenous knowledge “ terangnya.

Pakar Hukum Unhas Dr. Kadarudin S.H., M.H. menyoroti persoalan ketahanan pangan dari aspek hukum.

Materi muatan Undang-Undang Pangan dinilai menyebabkan terjadinya permasalahan disharmoni dengan undang-undang lainnya, khususnya Undang-Undang Penataan Ruang dan Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kota Makassar misalnya, tidak mendapatkan ruang pengaturan dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar. Hal ini mengakibatkan Perda LP2B tidak implementatif.

Oleh karenanya perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Pangan dan harmonisasi baik secara horizontal dengan undang-undang terkait lainnya maupun secara vertikal dengan perda.

Lebih lanjut, Senator Stefanus Liow yang kembali maju sebagai Calon Anggota DPD RI Dapil Sulut Nomor Urut 8 pada Pemilu 2024, Dimana hasil diskusi di Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin akan didalami lebih

lanjut oleh BULD DPD RI guna dirumuskan sebagai hasil pemantauan dan evaluasi BULD DPD RI terhadap ranperda/perda tentang ketahanan pangan.

Menurut Senator Stefanus Liow yang pernah menjadi Dosen ITM Tomohon dan PNS Fatek Unima Tondano, hal terpenting untuk dicatat, bahwa perlu dilakukan perubahan mindset mengenai ketahanan pangan.

Ketahanan pangan semestinya tidak dijadikan objek, melainkan subjek, yang mampu menjadi nilai tambah dalam rangka peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah.

[**/arp]