MANADO- Kasus dugaan korupsi yang melibatkan proyek pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) senilai Rp 15 miliar pada 2020 dan Gedung Sarana Olahraga senilai Rp 2,5 miliar pada 2021 di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menjadi sorotan publik.

Kedua proyek ini, yang awalnya bertujuan untuk meningkatkan fasilitas publik dan kualitas hidup masyarakat, kini terindikasi kuat mengalami penyalahgunaan dana anggaran yang merugikan negara.

Skandal ini diduga melibatkan sejumlah nama besar, termasuk Sekretaris Daerah Provinsi Sulut, Steve Hartke Andries Kepel, serta seorang kontraktor berinisial HM alias Endy.

Dugaan pengalihan dana yang tidak sah menjadi pusat perhatian, dengan publik mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran.

Arthur Mumu, aktivis anti-korupsi, mengungkapkan bahwa dana sebesar Rp 15 miliar yang seharusnya digunakan untuk pembangunan RTH, malah dialihkan untuk proyek rehabilitasi Gedung Olahraga (GOR), yang dilakukan tanpa prosedur lelang yang sah.

Selain itu, dana Rp 2,5 miliar yang dialokasikan untuk Gedung Sarana Olahraga justru dialihkan ke proyek lapangan tenis indoor yang hingga kini belum terealisasi.

Proyek-proyek ini semestinya dapat meningkatkan kualitas fasilitas umum di Sulut, namun pengalihan dana tanpa persetujuan DPRD dan pelaksanaan yang tidak sesuai prosedur menimbulkan dugaan penyalahgunaan wewenang.

Aktivis Mumu menilai bahwa langkah ini melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas, dua elemen penting dalam pengelolaan anggaran negara.

Menurut Mumu, proyek ini telah ditenderkan melalui LPSE Pemprov Sulut dan dimenangkan oleh PT Samudera Abadi Sejahtera (SAS) dan PT Pentagon Terang Asli.

Namun, pengalihan dana sebesar Rp 15 miliar untuk RTH menjadi proyek rehabilitasi GOR tanpa lelang yang sah dan pengalihan dana Rp 2,5 miliar untuk lapangan tenis indoor menjadi indikasi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan keuangan daerah.

Kasus ini berdampak serius pada citra pemerintah daerah dan menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi publik.

Proyek yang seharusnya menjadi simbol kemajuan justru berujung pada bangunan yang tidak terawat dengan baik.

GOR yang disebut telah direhabilitasi bahkan mengalami kerusakan sebagian akibat gempa, menunjukkan rendahnya kualitas pekerjaan dan pengelolaan anggaran yang buruk.

Arthur Mumu mendesak agar kasus ini tidak hanya ditangani oleh aparat penegak hukum setempat, tetapi juga melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mumu percaya bahwa dengan keterlibatan KPK, penanganan kasus ini dapat lebih transparan dan adil, serta menjadi bukti komitmen pemerintah daerah untuk memberantas korupsi.

Hingga berita ini diturunkan, Sekretaris Daerah Provinsi Sulut, Steve Hartke Andries Kepel, belum berhasil dihubungi untuk konfirmasi. Namun, berdasarkan informasi yang ada, Kepel sudah menjalani beberapa kali pemeriksaan di unit Tipikor Polda Sulut sejak November 2024.

[**/ARP]