Sayangnya, hingga kini, tindak lanjut yang konkret dari kepolisian belum terlihat.

Awalnya, tender proyek dimenangkan oleh PT. Turoloto Batu Indah. Namun, pihak rektorat UNIMA secara sepihak membatalkan kemenangan perusahaan tersebut dan mengganti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Proses tender kemudian diulang, dan PT. Razasa Karya terpilih sebagai pelaksana proyek. Meski demikian, proyek ini hanya mencapai progres fisik 30% sebelum akhirnya kontrak diputus, dan dana dikembalikan ke kas negara.

Tidak hanya itu, PT. Turoloto Batu Indah menggugat pembatalan tender tersebut ke Pengadilan Negeri Minahasa, sementara pihak UNIMA tetap melanjutkan proyek tanpa dasar hukum yang jelas.

Hingga kini, proyek terbengkalai meskipun dana tambahan sebesar Rp8 miliar telah dikeluarkan dari Badan Layanan Umum (BLU) UNIMA. Pergantian PPK yang terjadi sebanyak tiga kali menambah kompleksitas persoalan, dengan dugaan perubahan desain proyek tanpa persetujuan sah.

Dalam orasinya, Ketua LSM KIBAR Sulut menyatakan bahwa indikasi praktik korupsi dalam proyek ini sangat jelas.

Ia menegaskan bahwa perubahan desain tanpa pengesahan resmi, penghilangan elemen pekerjaan struktural penting, dan penggunaan dana BLU UNIMA tanpa kejelasan hukum harus menjadi perhatian utama pihak berwenang.