JAKARTA- Selama periode 7 hingga 11 Oktober 2024, sejumlah organisasi solidaritas hakim di seluruh Indonesia akan melaksanakan cuti bersama sebagai aksi protes terhadap pemerintah.

Aksi ini merupakan bentuk tuntutan terhadap pemerintah untuk segera meningkatkan kesejahteraan para hakim, yang menurut mereka telah terabaikan selama 12 tahun.

Saat ini, gaji dan tunjangan jabatan para hakim masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012, yang dianggap sudah usang dan tidak lagi memenuhi kebutuhan hidup layak para hakim.

Menanggapi aksi protes ini, Anggota DPR RI Nasir Djamil menyampaikan bahwa cuti bersama yang dilakukan para hakim adalah hal yang wajar sebagai bentuk penuntutan hak.

Politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengimbau pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk segera merespons desakan tersebut, demi menjaga stabilitas peradilan di Indonesia.

“Aksi mendesak kenaikan gaji dengan cuti bersama oleh hakim itu hal yang wajar, dan pemerintah harus meresponsnya agar peradilan di negeri ini berjalan seperti biasanya dan tidak merugikan rakyat lainnya,” ungkap Nasir dalam keterangan yang dikutip dari Parlementaria, Minggu (6/10/2024).

Lebih lanjut, Nasir menekankan pentingnya keseimbangan antara tuntutan integritas terhadap para hakim dan kesejahteraan mereka. “Jangan hanya menuntut integritas dari para hakim, tetapi perhatikan juga isi tas (kesejahteraan) mereka. Kalau tidak seimbang, maka dikhawatirkan akan mengambil isi tas lain, sehingga masuk dalam lingkaran mafia peradilan,” ujarnya dengan tegas.

Nasir juga mengungkapkan bahwa DPR RI periode 2019-2024, khususnya Komisi III yang membidangi hukum, sebenarnya sudah menginisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim.

Namun, usulan ini tidak mendapatkan tanggapan dari pemerintahan Presiden Joko Widodo. Nasir menilai bahwa pemerintahan Jokowi terkesan setengah hati dalam membahas kesejahteraan hakim, dengan alasan keterbatasan anggaran.

“Kami menilai pemerintahan Jokowi ini memang terkesan setengah hati membicarakan kesejahteraan hakim. RUU Jabatan Hakim yang merupakan inisiatif DPR periode kemarin belum ditanggapi pemerintah dengan alasan anggaran,” jelas Nasir, mantan anggota Komisi III DPR RI.

Sebagai anggota DPR yang terpilih kembali untuk periode 2024-2029, Nasir berharap pemerintahan Prabowo Subianto nantinya dapat melanjutkan RUU tersebut hingga disahkan menjadi undang-undang. “RUU Jabatan Hakim ini harus disahkan sebagai undang-undang. Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi pemerintahan Prabowo nanti mengingat pemerintahan Jokowi sudah akan berakhir,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi), Yasardin, mengonfirmasi bahwa pihaknya akan menggelar audiensi dengan Mahkamah Agung pada 7 Oktober mendatang untuk membahas lebih lanjut soal tuntutan kenaikan gaji hakim. “Ya, insha Allah betul,” ujar Yasardin saat dikonfirmasi.

Solidaritas Hakim Indonesia mendesak agar pemerintah segera merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 yang mengatur Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di bawah Mahkamah Agung. Mereka berharap, gaji dan tunjangan hakim bisa disesuaikan dengan standar hidup layak dan besarnya tanggung jawab profesi hakim. Selain itu, mereka meminta pemerintah untuk menyusun peraturan perlindungan jaminan keamanan bagi para hakim, mengingat tingginya angka kekerasan terhadap hakim di berbagai wilayah pengadilan.

Aksi cuti bersama ini menunjukkan bahwa para hakim di seluruh Indonesia ingin pemerintah mendengar dan memperhatikan kesejahteraan mereka, demi kelancaran dan keadilan dalam sistem peradilan di tanah air.

[**/ARP]