JAKARTA- Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Nevi Zuairina, menilai bahwa pemerintah belum mengoptimalkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN.

Anggaran pendidikan tahun 2023 yang terealisasi hanya mencapai Rp513,38 triliun dari total anggaran Rp621,28 triliun, atau 16,45 persen dari belanja negara, menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam implementasi kebijakan.

“Ketidaksesuaian ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak konsisten dalam menerapkan mandatory spending untuk pembangunan kualitas sumber daya manusia dan pendidikan,” tegas Nevi dalam keterangan tertulisnya kepada Parlementaria, Jakarta, Minggu (1/9/2024).

Nevi menggarisbawahi bahwa besarnya anggaran pendidikan yang tidak terealisasi menjadi ironi di tengah banyaknya anak dan remaja usia 7-18 tahun yang tidak bersekolah, yang mencapai 4,1 juta orang.

Indonesia juga tercatat memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah di antara negara-negara G20 dan kesejahteraan guru yang masih belum memadai.

Ia mendorong pemerintah untuk mengevaluasi alokasi mandatory spending di bidang pendidikan, terutama melalui Transfer ke Daerah (TKD) yang menyerap Rp305,60 triliun dengan realisasi Rp306,00 triliun. Nevi menekankan pentingnya penyusunan mekanisme pemantauan anggaran untuk memastikan pengalokasian yang tepat serta pencapaian output dan outcome yang sesuai.

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan bahwa penganggaran mandatory spending bidang pendidikan pada APBN 2023 belum didukung oleh perencanaan program yang memadai.

Nevi juga menyoroti turunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) secara nasional pada 2023 menjadi 5,32 persen dari 5,86 persen pada 2022, yang belum optimal mengingat keluhan anak muda mengenai kesulitan mendapatkan pekerjaan formal.

Di samping itu, target IPM tahun 2023 sebesar 75,54 belum tercapai, dengan IPM yang berhasil dicapai sebesar 74,39. Meskipun demikian, Nevi mengapresiasi capaian penerimaan negara yang melampaui target, dengan penerimaan perpajakan mencapai 101,69 persen dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 118 persen.

“Penting untuk terus mendorong reformasi penerimaan negara dan mencari sumber-sumber penerimaan baru,” tutup Nevi.

[**/ARP]