Oleh: Mirza Zulhadi

PRONEWSNUSANTARA- Perseteruan di organisasi wartawan terbesar di Indonesia tengah mencapai puncaknya. Di balik gelombang pernyataan dan bantahan, sebuah masalah keuangan sederhana berubah menjadi titik pemecah yang mengusik soliditas para anggotanya.

Kisahnya bermula dari apa yang disebut dengan “cashback.” Istilah yang tak asing, tetapi kini membawa konotasi berbeda. Dalam kejadian ini, uang yang ditarik dari kas organisasi dikabarkan diterima oleh pihak tertentu dengan bukti tanda terima. Namun, klaim penerimaan ini segera ditentang, dengan pihak yang dituduh penerima menyatakan tidak pernah menerima sepeser pun, bahkan menantang siapa pun untuk menunjukkan bukti penerimaan.

Pihak penerima, yang menyangkal adanya transaksi, meminta bukti nama oknum yang dituding. Di sisi lain, pihak pemberi hingga kini belum memberikan klarifikasi tegas. Keheningan mereka membuat publik semakin bertanya-tanya, apakah benar ada niat buruk di balik tuduhan ini? Atau, justru ada permainan licik di satu sisi saja?

Sayangnya, ketiadaan tanggapan memperkeruh suasana. Meski tuduhan mengarah ke ranah kriminal, pihak terkait justru tetap bungkam. Publik butuh kejelasan: apakah tuduhan yang beredar itu fakta, atau hanya tudingan kosong? Diam kali ini bukan emas, sebab ada reputasi organisasi yang dipertaruhkan.

Seiring berjalannya waktu, perselisihan internal semakin mencuat. Tindakan mempertahankan jabatan melalui penerbitan SK serta langkah hukum yang diambil seakan meluas ke ranah konflik hukum yang melibatkan laporan balik. Sementara itu, banyak anggota organisasi merasa malu dan tidak nyaman dengan isu yang kini seakan menjadi konsumsi publik. Terlebih, isu ini mencoreng citra organisasi dan melemahkan kepercayaan masyarakat.

Pihak ketiga sebenarnya telah mencoba menjadi penengah, menyarankan adanya rekonsiliasi demi menjaga kehormatan organisasi. Namun, keinginan untuk berdamai terkendala oleh rasa malu dan ketidakpercayaan yang membekas. Menuntut pengakuan atas kesalahan, entah itu keliru, terpeleset, atau memang ada niatan jahat di balik layar.

Cashback sendiri sebenarnya bukan hal baru di organisasi. Sejak dulu, istilah ini telah dikenal dan kerap dianggap sebagai bentuk penghargaan. Tetapi, mengapa sekarang memicu kontroversi? Mungkinkah jumlahnya yang tidak wajar? Atau justru prosedur penerimaannya yang dianggap cacat?

Masalah ini tak sekadar soal benar atau salah. Ini adalah masalah etika—soal apa yang baik dan buruk, soal jujur atau tidaknya seorang pemimpin organisasi dalam mempertahankan integritas moralnya. Sebagai anggota organisasi, nurani memanggil untuk bersikap jujur, mengungkap fakta, dan tidak membiarkan kasus ini mengikis kepercayaan masyarakat terhadap wartawan, profesi yang seharusnya menjaga transparansi dan keadilan.

Kisah ini bukan lagi sekadar pertarungan argumen dalam organisasi. Ini adalah ujian kejujuran. Apakah para pihak yang terlibat masih berani jujur, mengungkap kondisi lahir dan batin yang sesungguhnya?

(Mirza Zulhadi adalah Anggota Biasa PWI sejak 1989 – sekarang)