PRONEWS | JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI Arif Rahman meminta kepada Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni agar tidak menerjemahkan niat baik Presiden Prabowo secara serampangan terkait Program Swasembada Pangan. Menurutnya, Ketahanan Pangan merupakan salah satu Astacita Presiden Prabowo, yang jika dijalankan dengan perencanaan matang, maka bisa membawa dampak signifikan bagi kemandirian bangsa Indonesia.

Namun, jika implementasi perencanaan tersebut buruk maka bisa mengarah pada bencana ekologis yang justru mengancan kehidupan manusia.

“Kami mendukung penuh Astacita Presiden, karena niatnya sangat mulia bagi perbaikan untuk kemajuan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Namun, niat dan rencana ini tentunya harus didukung dengan perencanaan dan kajian yang matang, agar tidak berbalik menjadi bencana besar,” tegas Arif Rahman dalam keterangan kepada Parlementaria, di Jakarta, Minggu (12/1/2025).

Di sisi lain, merujuk pada beberapa lawatan Presiden Prabowo, seperti pertemuan dengan Raja Charles di Inggris dan Forum G20 di Brasil, di mana isu deforestasi dan pelestarian hutan menjadi sorotan utama. Meskipun demikian, Presiden Prabowo pada KTT G20 di Brasil, 19 November 2024, menyampaikan pandangannya mengenai peran penting hutan Indonesia dalam menjaga suhu global.

Oleh karena itu, ia mengkritik rencana Menteri Kehutanan yang dinilai berisiko tinggi. Penegasan Arif tersebut menyikapi pernyataan Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni yang bakal menyiapkan lahan 20 juta hektar untuk ketahanan pangan dan energi.

“Saya mengingatkan Menteri Kehutanan agar tidak serampangan dalam menyampaikan rencana penyediaan lahan 20 juta hektare, di tengah semangat untuk megatasi deforestasi yang terjadi saat ini. Apalagi, diambil dari lahan cadangan hutan. Jangan niat baik Presiden diterjemahkan secara instan tanpa perencanaan dan kajian mendalam, karena jika salah urus akan menjadi bencana bagi bangsa kita!” tegasnya.

“Saya mengingatkan Menteri Kehutanan agar tidak serampangan dalam menyampaikan rencana penyediaan lahan 20 juta hektare, di tengah semangat untuk megatasi deforestasi yang terjadi saat ini”

Menurut data Global Forest Watch, Indonesia kehilangan lebih dari 85% tutupan hutan sejak tahun 2001, dengan provinsi-provinsi seperti Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah menjadi penyumbang deforestasi terbesar.

Jika rencana Menteri Kehutanan untuk menggunakan cadangan hutan sebagai lahan pertanian dan energi dilaksanakan, Arif khawatir hal itu akan memperburuk deforestasi yang sudah berlangsung.

“Sebut saja Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah menjadi wilayah penyumbang deforestasi terbesar di Indonesia. Bila diakumulasi, jumlah hutan yang hilang dari empat provinsi itu mencapai kutrang lebih 15,77 juta hektare,” ungkapnya.

Arif menilai, jika lahan 20 juta hektare itu diambil dari cadangan hutan yang ada, berarti akan terjadi pembabatan hutan-hutan baru. Menurutnya, hal itu tidak sesuai dengan komitmen yang disampaikan Presiden Prabowo.

“Intinya, saya mengingatkan Menteri Kehutanan agar memerhatikan apa yang disampaikan Presiden dalam lawatan ke luar negeri. Harusnya itu menjadi acuan dalam menyampaikan rencana kerja agar semua sejalan dengan Astacita,” tegasnya.

Menurutnya, kalau hanya membuka lahan baru itu hal mudah, tapi yang seharusnya dilakukan adalah bagaimana memanfaatkan lahan-lahan yang selama ini tidak terurus dengan baik.

“Saya pikir itu juga bisa jadi solusi yang bijak, tanpa mengorbankan cadangan hutan kita, karena akan berdampak buruk bagi lingkungan di Indonesia maupun global,” pungkas Arif.

[**/IND]