MANADO|ProNews.id- Salah satu tugas MPR RI yang dilakukan Badan Pengkajian adalah menyerap aspirasi masyarakat, daerah, dan lembaga negara berkaitan dengan pelaksanaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dimana MPR sudah ada sejak Indonesia Merdeka atau sejak 18 Agustus 1945 yang menempatkan MPR RI sebagai lembara tertinggi negara dan ditetapkan dalam UUD 1945 sebagai pemegang kedaulatan rakyat.

”Hanya saja, bergulirnya reformasi, menghasilkan perubahan konstitusi yang mendorong para pengambil keputusan untuk tidak menempatkan lagi MPR dalam posisi lembaga tertinggi negara. Sejak reformasi, kedudukan MPR sejajar dengan lembaga negara lainnya.

Hal tesebut disampaikan oleh Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Ir Stefanus Berty Arnicotje Nicolaas Liow MAP (SBANL) saat menyerap Aspirasi Masyarakat (Asmas) yang digelar bertempat di Rogs cafe Kelurahan Kolongan Kecamatan Tomohon Tengah, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara, Senin (16/10/2023).

Diketahui selain menyerap aspirasi masyarakat, SBANL yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Utara ini mengatakan, kegiatan tersebut dalam rangka juga penguatan tugas MPR RI.

Dalam kegiatan yang dipandu Joaneta Bernandus STh ini menghadirkan masyarakat, tokoh tokoh masyarakat seperti Ir Miky Junita Linda Wenur MAP (MJLW), Ferry Runtuwene SH, Ventje Mamahit SPd, Wilhem Gontha dan tokoh masyarakat lainnya yang turut memberikan pendapat dan pandangan seputar penguatan wewenang MPR RI sekaligus menyampaikan aspirasi masyarakat.

Saat menerima aspirasi masyarakat, Senator Stefanus Liow mengatakan akan menyalurkan aspirasi-aspirasi yang disampaikan, yang juga untuk penguatan tugas MPR-RI.

”Sebagai jembatan aspirasi masyarakat, ini menjadi tugas kami untuk menyalurkan aspirasi masyarakat, kata Ketua P/KB Sinode GMIM periode 2014-2018 ini.

Secara normatif lanjut Senator SBANL tugas, fungsi dan wewenang MPR lebih banyak (secara kuantitas) setelah perubahan UUD 1945. Tapi, secara kualitas, peran MPR masih saat UUD 1945 belum ada perubahan atau amandemen.

Untuk mengambalikan peran MPR,  Senator Stefanus mengatakan perlu ada penguatan tugas dan wewenang MPER sebagai sebagai lembaga negara, menghidupkan kembali Garis-Haris Besar Haluan Negara (GBHN)– nama dan istilahnya perlu dibahas kembali–walaupun fungsinya sama.

Selain itu, sanksi melalui mekanisme impeachment, yang memuat pola pembangunan yang berkelanjutan. Ini merupakan formulasi ideal untuk dapat mendudukkan kembali eksistensi MPR sebagai lembaga negara. ”Nah, itu untuk menjawab kebutuhan Indonesia dalam sistem ketatanegaraab yang sedang berjalan,” katanya.

Mengutip pernyataan Ketua MPR RI Dr H Bambang Soesatyo SE SH MBA, Senator Stefa mengatakan, perlu dilakukan penguatan kembali peran dan fungsi MPR RI. Pasca amandemen, MPR RI tidak bisa lagi membuat ketetapan-ketetapan yang bersifat mengikat atau regeling.

Sementara narasumber lainnya, Cindy Maria Magdalena Rantung SH MH, Dosen Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) mengatakan, perlu adanya penguatan tugas dan wewenang MPR sebagai lembaga negara.

”Termasuk penguatan tugas dan wewenang DPD RI yang juga bagian dari MPR RI, sama dengan DPR RI,” ujar Ketua Kosgoro Kota Tomohon tersebut.

[**/arp]