MINAHASA|ProNews.id- DUGAAN Tindak Pidana Korupsi Pengadaan tas ramah lingkungan di 227 desa di Kabupaten Minahasa yang di usut Polres Minahasa, mengundang perhatian dari sejumlah masyarakat penggiat anti korupsi di Sulawesi Utara.
Sontak saja mereka mendesak agar kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ini, harus dijadikan perhatian yang serius oleh Kapolres Minahasa AKBP Ketut Suryana.
Pasalnya diketahui, pengadaan tas ramah lingkungan ini mulai diungkap sejak kepemimpinan mantan Kapolres Minahasa AKBP Tommy Bambang Souissa, yang kini telah menjabat Kapolres Bitung.
Namun hingga saat ini siapa – siapa saja oknum yang bakal dijadikan tersangka belum di ekspose oleh Polres Minahasa.
Lihat saja kasus pengadaan mobil sampah yang diusut. Dihentikan saat Dinas PMD Minahasa mengembalikan uang dana desa yang disalahgunakan.
Karena tidak adanya efek jerah jadi kejadian -kejadian ini terulang, bahkan di dinas yang sama pula. “Ungkap Ketua LSM INAKOR Rolly Wenas dan sejumlah kalangan masyarakat Minahasa kepada ProNews.id bertempat di salah satu rumah kopi yang berada di pusat Kota Tondano, Kabupaten Minahasa Selasa (19/9/2023) pagi.
Lanjut mereka proyek pengadaan mobil sampah juga kuat dugaan telah terjadi korupsi. Karena selain dugaan mark up, diduga terjadi cashback berkisar hingga Rp20 jutaan dalam pencairan kendaraan tersebut.
Bahkan, beberapa kendaraan juga ditemukan telah menggunakan plat hitam.
Proyek mobil sampah ini juga sempat diusut penyidik Unit Tipikor Satreskrim Polres Minahasa. “Tapi pengusutan kasus tersebut dikabarkan telah dihentikan begitu Dinas PMD telah mengembalikan anggaran yang diduga disalahgunakan.
Padahal kata dia, dalam pasal 4 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidananya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3 undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Manfaat pengembalian uang hasil korupsi itu hanya untuk meringankan hukumannya saja di pengadilan nanti bagi pelaku korupsi. Itu pun hakim yang menentukan.
Jadi jika bersandar pada aturan ini, meski pelaku korupsi sudah mengembalikan uang hasil korupsinya, tetap saja pelaku bisa dipidana,” terangnya.
Jangan sampai kasus tersebut bakal berhenti di tengah jalan, sembari mengajak seluruh penggiat anti korupsi Sulawesi Utara dan seluruh masyarakat Minahasa untuk turut berperan aktif mengawal proses penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan ribuan tas ramah lingkungan di 227 Desa di Kabupaten Minahasa tahun 2020,’’ pungkas Rolly Wenas.
Informasi yang dihimpun dari sejumlah sumber terpercaya media ini menyebutkan, proyek pengadaan tas ramah lingkungan ini sendiri menelan anggaran sebesar Rp 2,5 miliar berasal dari anggaran dana desa.
Adapun kegiatan penyaluran dilaksanakan oleh pihak ketiga kepada hukum tua di 227 Desa.
Tas ramah lingkungan ini dijual ke pihak desa seharga Rp 15 ribu per picis dengan total jumlah keseluruhan yang disalurkan sebanyak 150.000 picis.
Namun belakangan proyek ini terindikasi fiktif, dimana berdasarkan informasi sumber, tas ramah lingkungan ini dijual Rp 4000 per picis di supermarket dengan kualitas dan fisik yang sama dengan pengadaan tas di 227 desa.
Bahkan, tas yang diserahkan ke desa tidak sesuai dengan KK yang ada, namun pembayaran sesuai dengan KK.
“Tidak semua warga yang menerima sumber tas ramah lingkungan,” ungkap sejumlah sumber terpercaya.
Dugaan mark up anggaran pengadaan tas ramah lingkungan ini pun sudah ditangani Polres Minahasa.
Diketahui juga dalam penyelidikan yang dilakukan Polisi, sejak Tahun 2020 hingga 2022, petugas sudah mengambil beberapa keterangan saksi. Beberapa diantara-Nya merupakan oknum hukum tua.
Sementara itu Kapolres Minahasa AKBP Ketut Suryana melalui Kanit Tipikor Aipda Vicky Kantiandago saat dikonfirmasi Selasa (18/9) malam, belum memberikan informasi perkembangan terkait penanganan dugaan Tipikor tersebut. “Saya menunggu perintah atasan singkat Aipda Vicky Kantiandago dikonfirmasi media ini.
[**/arp]