PRONEWS|TOMOHON – Polemik yang menyelimuti proses pencalonan di Pilkada 2024 semakin memanas. Tokoh masyarakat Tomohon, Hanny Meruntu, melontarkan kritik tajam terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tomohon terkait pencalonan Caroll Senduk sebagai Wali Kota pada Pilkada 2024.

Meruntu menyesalkan sikap KPU yang dianggap lalai dalam mengantisipasi pelanggaran aturan oleh petahana.

Menurutnya, KPU seharusnya mengambil langkah tegas dengan menggugurkan pencalonan Caroll Senduk sejak awal untuk menghindari risiko hukum.

“Seharusnya KPU memahami konsekuensi hukum yang muncul dari mutasi pejabat pada 22 Maret 2024, yang jelas melanggar Pasal 71 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Ini berpotensi membatalkan pencalonan Caroll sebagai petahana,” ujar Hanny Meruntu, Sabtu (11/1/2024).

https://youtu.be/x4SLlCamBR8?si=-r5WEZKkxF6i2uDS

Merujuk Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada, kepala daerah dilarang melakukan pergantian pejabat dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon tanpa persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Pelanggaran terhadap aturan ini dapat berujung pada sanksi serius, termasuk pembatalan pencalonan dan pidana penjara maksimal enam bulan.

Caroll Senduk sempat menyampaikan klarifikasi melalui surat resmi kepada Mendagri.

Ia mengklaim tidak memiliki niat melanggar aturan dan menyatakan bahwa mutasi pejabat tersebut didasarkan pada interpretasi waktu yang ternyata berbeda dengan ketentuan Mendagri.

Namun, Mendagri Tito Karnavian melalui surat resmi tertanggal 29 Maret 2024 telah mempertegas larangan tersebut dan meminta pencabutan pelantikan pejabat.

“Jika aturan ini tidak dipatuhi, risiko pembatalan pencalonan Caroll Senduk akan sama seperti kasus Bupati Boalemo pada Pilkada 2017,” tegas Meruntu.

Kasus Bupati Boalemo pada Pilkada 2017 dijadikan yurisprudensi atas pelanggaran serupa.

Mahkamah Agung (MA) mencoret pencalonan petahana karena terbukti melakukan mutasi ASN tanpa izin Mendagri.

Meruntu mengingatkan agar KPU tidak mengulangi kelalaian yang sama.

“Saat ini, ada kekhawatiran besar bahwa nasib Caroll Senduk akan mengikuti jejak Adolfien Supit, yang batal menjadi anggota DPRD Kota Tomohon terpilih karena keputusan kontroversial KPU,” tambahnya.

Adolfien Supit, melalui kuasa hukumnya, Nicolaas Tumurang, telah mengadukan KPU Kota Tomohon ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran kode etik.

Pembatalan Adolfien sebagai calon anggota DPRD didasari temuan Bawaslu Kota Tomohon terkait status hukum Adolfien yang dianggap bermasalah.

Namun, dalam sidang DKPP, Supit menegaskan bahwa keputusan KPU tidak sesuai dengan amar putusan Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara.

Ketua KPU Kota Tomohon, Albertien Grace Vierna Pijoh, membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa semua prosedur telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, memperingatkan bahwa pelanggaran aturan oleh penyelenggara pemilu berpotensi mencederai integritas demokrasi.

Bagja menegaskan bahwa Bawaslu akan memastikan setiap tahapan Pilkada berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Hanny Meruntu pun mengimbau agar KPU dan Bawaslu lebih berhati-hati dan bertindak sesuai kewenangan untuk mencegah sengketa hukum di masa mendatang.

“Kelalaian KPU tidak hanya merugikan calon, tetapi juga mencoreng proses demokrasi yang seharusnya adil dan transparan,” tutupnya.

Apakah Caroll Senduk dapat melewati badai hukum ini, atau akan terjungkal seperti Adolfien Supit? Jawabannya kini berada di tangan KPU, Bawaslu, dan waktu.

[**/ARP]