TOMOHON- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tomohon berada di persimpangan besar menjelang Pilkada 2024. Meski memiliki modal politik yang solid dengan 15 kursi di DPRD Tomohon hasil Pileg, langkah tak terduga diambil oleh partai berlambang banteng ini.
Alih-alih mengajukan kader sendiri, PDIP justru memilih menggandeng Sendy Rumajar, Ketua DPC Gerindra Tomohon, sebagai bakal calon Wakil Wali Kota.
Langkah ini memicu spekulasi bahwa PDIP Tomohon seolah kekurangan kader potensial untuk bersaing dalam Pilkada mendatang.
Pilihan pada Sendy Rumajar, yang notabene memimpin partai rival di tingkat nasional, Gerindra—partai yang diketuai oleh Presiden RI terpilih Prabowo Subianto—menjadi keputusan yang mengundang kontroversi di kalangan internal dan eksternal.
Pendukung Caroll Senduk, calon petahana sekaligus kader PDIP, terus menggaungkan duet Caroll-Sendy di berbagai media sosial, tanpa memedulikan rivalitas PDIP dan Gerindra di tingkat pusat.
Koalisi ini dianggap banyak pihak sebagai taruhan besar, terutama dalam dinamika politik lokal yang sensitif.
Sekretaris DPC PDIP Tomohon, Noldy Lengkong, memberi sinyal kuat bahwa koalisi PDIP dan Gerindra sudah berada di jalur yang final.
“Sudah menuju ke sana, tinggal menunggu resminya,” ungkapnya dalam pernyataan yang disampaikan kepada wartawan.
Namun, situasi menjadi semakin rumit dengan laporan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Caroll Senduk, terkait Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Jika terbukti, sanksi diskualifikasi dapat menjadi ancaman serius bagi pencalonannya.
Dengan segala dinamika politik yang berkembang, keputusan PDIP Tomohon untuk merangkul Partai Gerindra bisa menjadi langkah strategis yang memberikan keuntungan besar, atau malah menjadi langkah yang memperlemah posisi partai ini di Pilkada 2024.
Waktu yang akan menjawab apakah strategi koalisi ini adalah terobosan cerdas atau blunder politik yang tak terelakkan.
[**/ARP]