MANADO- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Minahasa Tenggara (Mitra) 2027 diwarnai dugaan pelanggaran berat yang mencoreng integritas demokrasi.

Tiga isu utama mencuat, yakni praktik money politic, pengerahan aparatur sipil negara (ASN), tenaga harian lepas (THL), pegawai badan usaha milik daerah (BUMD), serta indikasi konspirasi pengawas Pemilu.

Alfian Boham, pengacara pasangan calon Jein Rende – Aske Benu, mengungkapkan bahwa pelanggaran ini berlangsung secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

“Fakta kejahatan Pemilu ini mencerminkan pengabaian hukum yang sangat serius,” ujar Alfian pada Jumat (13/12).

Salah satu pelanggaran mencolok adalah praktik politik uang yang bahkan tertangkap tangan (OTT) oleh Panwascam Tombatu bersama Kapolsek setempat pada 26 November 2027, sehari sebelum pemungutan suara.

Ribuan amplop berisi uang tunai Rp300 ribu ditemukan dan diduga disebar kepada pemilih.

Namun, ironisnya, pelaku OTT dilepaskan begitu saja tanpa proses hukum yang memadai.

Ketua Bawaslu Mitra beralasan barang bukti tidak memenuhi syarat hukum. Hal ini memicu kritik keras dari Alfian, yang menyebut prosedur ideal OTT seharusnya mencakup penahanan pelaku, pemeriksaan, dan berita acara penyitaan.

“Kami menduga ada intervensi dari Bawaslu untuk meloloskan kasus ini.

Bahkan, Kasat Reskrim Polres Mitra menyatakan bahwa pendapat hukum ‘tidak memenuhi syarat’ berasal dari Bawaslu dan jaksa, bukan dari polisi,” jelas Alfian.

Lebih lanjut, pengerahan ASN dan THL dalam Pilkada Mitra dianggap masif.

Dokumentasi menunjukkan belasan ASN dan THL menghadiri pertemuan di rumah mewah Ronald Kandoli, salah satu pasangan calon, dan terlibat aktif dalam kampanye.

Berikut daftar ASN dan THL yang diduga terlibat:

  1. Erik Manaroinsong – Sekretaris Dinas PUPR
  2. Farly Antou – Lurah Wawali Pasan
  3. Melky Ampou – ASN Sekretariat Daerah
  4. Handy Kandoli – ASN Badan Keuangan Daerah
  5. Adi Rogahang – ASN Dinas PMD
  6. Ronal Tololiu – ASN Sekretariat Daerah
  7. Dristy Tora – ASN Kecamatan Ratahan Timur
  8. Jendry Untu – ASN Puskesmas Ratahan Timur
  9. Stefano Mongi – THL Sekretariat Daerah
  10. Resky Pitoy – THL Dinas PUPR
  11. Renaldy Soputan – THL Dinas PUPR
  12. Michael Manawan – THL Badan Keuangan Daerah

“Ini hanya fenomena puncak gunung es. Kami mendapatkan laporan bahwa ratusan ASN dikerahkan bukan hanya untuk kampanye, tetapi juga menyebar amplop ke pemilih,” tambah Alfian.

Alfian menegaskan bahwa keterlibatan ASN dalam politik praktis jelas melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.

Pasal 280 Ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 melarang ASN, TNI, Polri, dan perangkat desa terlibat kampanye. Pelanggaran ini dapat dikenai sanksi pidana maksimal satu tahun penjara dan denda hingga Rp12 juta.

“Netralitas ASN adalah pilar utama demokrasi. Mereka yang melanggar harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” ujar Alfian.

Fenomena ini semakin buram dengan dugaan konspirasi pengawas Pemilu.

Laporan masyarakat terkait pelanggaran Pilkada kerap ditolak Bawaslu Mitra dengan alasan tidak memenuhi syarat hukum.

Salah satu indikasi keberpihakan adalah keberadaan seorang panwascam, Alfredo Ula, yang terlihat berfoto dengan Ronald Kandoli sambil mengangkat jari telunjuk, simbol pasangan tersebut.

“Bawaslu telah merancang skenario untuk menggugurkan laporan masyarakat. Ini adalah penghinaan terhadap keadilan,” tegas Alfian.

Alfian meminta aparat penegak hukum, termasuk Sentra Gakkumdu, untuk bersikap netral dan menjamin tegaknya hukum dalam Pilkada Mitra.

“Semua pihak yang terlibat, baik ASN, THL, hingga pengawas Pemilu, harus diproses sesuai aturan agar demokrasi tidak ternoda oleh praktik-praktik kotor ini,” pungkasnya.

[**/IND]