MINAHASA- Mantan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (PPKB), Kabupaten Minahasa berinisial SP (56), telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Diketahui, SP ditetapkan tersangka berdasarkan surat penetapan Tersangka Nomor : TAP– 2098/ P.1.11/ Fd.1/ 10/ 2023 tanggal 06 Oktober 2023,” Dia ditetapkan tersangka karena diduga terseret kasus Tipikor pada Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB), dalam pengelolaan dana kegiatan pelaksanaan Advokasi, Komunikasi Informasi Dan Edukasi (KIE), Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Sesuai Kearifan Lokal, Pelaksanaan dan Pengelolaan Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di kampung Keluarga Berencana dan Kegiatan Audit Kasus Stunting pada Dinas PPKB, Kabupaten Minahasa T.A 2022.
Dimana selaku mantan Kadis PPKB kabupaten Minahasa, SP merupakan Pengguna Anggaran (PA) Dinas PPKB Kabupaten Minahasa. Saat ini, ia menjabat sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) kabupaten Minahasa.
Namun saja sejak ditetapkan sebagai tersangka atas kasus yang menjeratnya, menariknya hingga saat ini SP masih menikmati jabatan sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) kabupaten Minahasa.
Apa lagi Kejari Minahasa sejak terhitung mulai tanggal 06 Oktober 2023 sampai dengan 25 Oktober 2023,” telah menetapkan status SP sebagai tahanan kota.
Menyikapi masalah ini, Ketua Umum LI- TPK Bambang S.SH berpendapat, apabila seorang telah ditetapkan sebagai tersangka, pejabat ini harusnya harus nonaktif dari jabatannya.
Bambang memandang, hal ini penting untuk menjaga agar tidak ada upaya yang berpotensi mengganggu proses penyelidikan.
“Ini sekaligus untuk menjaga jabatan dan memastikan yang bersangkutan dikenakan sanksi sosial terlebih dahulu di samping sanksi administrasi.
“Saya kirakan sudah jelas Pemberhentian sementara PNS berstatus tersangka tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Menurutnya, sistem seperti itulah yang harus dibangun di Indonesia sehingga pencegahan perilaku korupsi benar-benar dimulai dari tingkat awal dengan pembuktian beban terbalik pada pejabat yang menjadi tersangka korupsi.
Meskipun UU Pokok Kepegawaian menetapkan bahwa PNS yang ditetapkan sebagai tersangka mestinya diberhentikan sementara dari jabatannya, namun tampaknya hal itu masih belum dilaksanakan sesuai ketentuan.
Pembiaran itu tidak sejalan dengan semangat reformasi birokrasi serta pemberantasan korupsi.
“Apa lagi, jika sudah berstatus terdakwa, PNS pejabat yang berstatus terdakwa dapat dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan.
Penahanan tersebut berakibat diberhentikan dari jabatan, tapi statusnya tetap sebagai PNS sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan tetap.
“Rujukannya jelas yaitu, Undang-Undang no. 43/1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, ulas Bambang
Lebih lanjut dijelaskan Bambang, dalam Pasal 24 dinyatakan, PNS yang dikenakan penahanan oleh pejabat yang berwajib karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan, sampai mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan pemberhentian sementara.
Bambang menambahkan, dalam Pasal 23 ayat (5) huruf c disebutkan, seorang PNS yang telah divonis dan mempunyai kekuatan hukum tetap karena kejahatan yang berhubungan dengan jabatannya, diberhentikan dengan tidak hormat sebagai PNS.
“Korupsi merupakan salah satu jenis kejahatan yang dimaksud dalam pasal ini,” tambahnya.
Pembiaran terhadap kasus semacam ini akan menjadi contoh buruk dalam penegakan dan kepatuhan hukum dari Pejabat Pembina Kepegawaian, serta tidak sejalan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Selain itu, secara logika, orang yang berstatus tersangka, lebih-lebih menjadi terdakwa akan sulit berkonsentrasi dengan tugas jabatannya.
Apalagi sampai terjadi penahanan badan. “Tidak mungkin yang bersangkutan dapat menjalankan fungsi dalam jabatannya,” urai Bambang.
Sebelumnya Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Minahasa, Diky Oktavia SH MH, pada Selasa Oktober 2023 membenarkan penetapan tersangka terhadap SP.
“SP ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP– 2098/ P.1.11/ Fd.1/ 10/ 2023 tanggal 06 Oktober 2023,” ungkap Kejari Dicky Oktavia.
Dijelaskan Kejari Dicky Oktavia, sebelumnya SP selaku PA dinas PPKB Tahun Anggaran 2022, diperiksa sebagai saksi selama 4 empat jam dari pukul 09.30 – 13.30 Wita oleh Tim Penyidik.
“Saat diperiksa, tim penyidik memberikan 87 pertanyaan untuk mengetahui keterlibatan SP sebagai PA, pada dugaan tindak pidana korupsi ini,” jelasnya.
Menurutnya dalam perkara tersebut, berdasarkan Laporan Hasil Audit Pemeriksaan, Penghitungan Kerugian Keuangan Negara/Daerah yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah Kabupaten Minahasa nomor Nomor: 011/LHA.PKKN/IDK-MIN/IX-2023 tanggal 15 September 2023.
“Dalam pemeriksaan mendapati kerugian keuangan negara sebesar Rp 752.438.868,” ungkap Kejari Dicky Oktavia.
Untuk saat ini, yang bersangkutan (SP) tidak bisa keluar daerah. “Tersangka SP sekarang tahanan kota selama 20 hari, terhitung mulai tanggal 06 Oktober 2023 sampai dengan 25 Oktober 2023,” ucap Kejari pada waktu itu.
[**/arp]