MANADO- Proyek revitalisasi Danau Tondano senilai Rp67 miliar yang dikelola oleh PT Bina Nusantara Lestari (BNL) kini menjadi sorotan tajam di tengah publik.
Berbagai dugaan penyimpangan, mulai dari masalah teknis hingga potensi korupsi, mengemuka di tengah pelaksanaan proyek yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi ekologis danau tersebut.
Namun, hingga saat ini, PT BNL belum memberikan klarifikasi atau hak jawab mengenai isu-isu yang berkembang.
Bahkan, Nanang Nurwahib, selaku Kepala Proyek, juga belum memberikan keterangan apapun setelah dihubungi oleh redaksi Pronewsnusantara.com, baik melalui telepon maupun pesan teks WhatsApp.
Salah satu masalah utama yang mencuat adalah kerusakan pada matras bambu, yang merupakan komponen vital dalam proyek ini.
Matras bambu berfungsi untuk membagi beban tanggul, memberikan daya apung, serta mencegah pergeseran tanah.
Namun, alih-alih mengganti matras bambu yang rusak, pihak proyek diduga malah menimbunnya untuk menyembunyikan kerusakan tersebut, yang jelas melanggar spesifikasi teknis yang telah ditetapkan.
Isu lain yang beredar adalah penggunaan material timbunan yang tidak sesuai dengan standar.
Berdasarkan spesifikasi proyek, batu bolder seharusnya digunakan untuk menjaga kestabilan konstruksi, namun diduga material tersebut diganti dengan tanah biasa.
Hal ini berpotensi menurunkan kualitas dan kestabilan konstruksi, yang pada gilirannya dapat berdampak buruk pada ekosistem dan kehidupan masyarakat sekitar.
Masalah baru yang semakin memperburuk keadaan adalah dugaan penggunaan bahan bakar solar non-subsidi yang diperoleh secara ilegal.
Polda Sulut dilaporkan telah mulai menyelidiki masalah ini, dengan sumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengonfirmasi bahwa langkah-langkah sedang diambil untuk menertibkan penggunaan solar ilegal tersebut.
Selain itu, terdapat pula dugaan penggunaan material batu dari galian C yang tidak memiliki izin, yang semakin memperkuat kesan adanya kelalaian dalam pengawasan proyek.
Masyarakat setempat pun mulai mempertanyakan efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh konsultan pelaksana, yakni PT Sarana Bhuana Jaya, PT Arga Pasca Rencana, dan PT Jasapatria Gunatama (KSO).
Proyek revitalisasi ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi ekologis Danau Tondano yang rusak akibat sedimentasi dan pencemaran, serta mendukung ketahanan air dan sektor pariwisata di Sulawesi Utara.
Dengan kapasitas tampung air yang seharusnya mencapai 668,57 juta meter kubik di atas luas 4.616 hektar, proyek ini sangat penting untuk masa depan lingkungan dan kehidupan masyarakat di sekitar danau.
Namun, berbagai masalah yang terjadi di lapangan menimbulkan kekhawatiran bahwa proyek ini tidak akan mencapai tujuannya.
Masyarakat setempat kini mendesak pihak berwenang, termasuk Polda Sulut dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera mengusut tuntas dugaan korupsi dalam proyek ini.
Mereka juga meminta agar Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Ir. Bob Arthur Lombogia, M.Si, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi I (BWSS I) beserta jajarannya.
“Proyek ini tidak hanya berdampak pada hari ini, tetapi akan mempengaruhi masa depan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Jika tidak dilaksanakan sesuai spesifikasi, dampaknya akan sangat besar,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Dengan banyaknya masalah yang terus bermunculan, masyarakat dan publik menantikan kejelasan mengenai kualitas dan kelayakan proyek ini.
Tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek ini semakin menguat, mengingat dampak yang bisa ditimbulkan jika tidak segera ditangani dengan serius.
[**/ARP]