MANADO- Dugaan penyimpangan teknis dan potensi korupsi yang melibatkan proyek revitalisasi Danau Tondano senilai Rp67 miliar semakin mendapat sorotan tajam dari masyarakat Sulawesi Utara.
Masyarakat meminta agar pihak berwenang, khususnya Polda Sulut, segera menuntaskan kasus ini agar tidak menjadi isu yang terabaikan, terutama setelah terungkapnya berbagai permasalahan dalam pelaksanaan proyek yang diharapkan bisa memperbaiki ekosistem danau tersebut.
Seorang penyidik di Mapolres Minahasa bahkan membenarkan adanya masalah dalam proyek ini, menyebutkan bahwa kondisi proyek sudah terlihat bermasalah.
Selain itu, sumber internal PT Bina Nusantara Lestari (BNL), yang terlibat dalam proyek ini, mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut tidak berniat memberikan klarifikasi terkait tudingan yang berkembang di media.
Menurut sumber yang meminta identitasnya tidak disebut, pihak kantor pusat hanya berfokus pada lobi-lobi untuk menyelesaikan masalah ini dengan pihak penyidik di Polda Sulut,” bebernya.
Masyarakat semakin berharap agar Kapolda Sulut, Irjen Pol Roycke Harry Langie, memberikan perhatian serius terhadap dugaan penyimpangan yang terjadi.
Sebagai bentuk dukungan terhadap program Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi, warga mendesak agar penyidikan atas proyek yang bernilai puluhan miliar ini dituntaskan.
Presiden Prabowo Subianto dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) telah menekankan pentingnya pemberantasan praktik korupsi, termasuk penyimpangan anggaran dalam proyek pembangunan.
Beliau mengungkapkan bahwa budaya mark-up anggaran dan penggelembungan biaya harus dihentikan karena merugikan negara dan rakyat.
“Budaya ini harus dihilangkan,” tegas Prabowo.
Pernyataan ini mengingatkan kembali pentingnya integritas dalam pelaksanaan proyek pemerintah yang bersumber dari uang rakyat.
Proyek revitalisasi Danau Tondano mengalami banyak kendala, baik dari segi teknis maupun pengelolaan anggaran.
Aktivis anti-korupsi Sulawesi Utara, Arthur Mumu, menyebutkan bahwa jika ada indikasi korupsi, pelakunya harus diproses hukum.
Ia juga mendesak Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Direktorat Jenderal Sumber Daya Air untuk mengevaluasi kinerja PT BNL dan seluruh subkontraktor yang terlibat.
“Kami mendesak agar proyek ini menjadi perhatian serius.
Jangan sampai ini hanya menjadi ajang untuk memperkaya segelintir oknum,” tambah Mumu.
Bambang, Ketua LITPK, juga menyatakan bahwa proyek dengan anggaran besar seharusnya menjadi prioritas dalam upaya menyelamatkan ekosistem Danau Tondano, yang kini semakin terancam.
Namun, progres yang lambat menunjukkan adanya kelalaian dalam pengawasan dan pelaksanaan proyek.
“Kami meminta audit menyeluruh dan transparansi dari semua pihak yang terlibat,” tegasnya
Beberapa masalah teknis yang terungkap di lapangan antara lain kerusakan pada matras bambu, yang seharusnya menjaga kestabilan tanah dan konstruksi.
Alih-alih mengganti material yang rusak, pihak proyek diduga menimbun matras tersebut untuk menyembunyikan masalah.
Selain itu, penggunaan material timbunan yang tidak sesuai standar juga menjadi perhatian serius, seperti penggantian batu bolder dengan tanah biasa, yang dapat merusak kualitas konstruksi dan mengancam ekosistem danau.
Tak hanya itu, dugaan penggunaan bahan bakar solar non-subsidi ilegal dan material batu yang didapat dari sumber ilegal juga mencuat.
Polda Sulut telah mulai melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran ini.
Proyek ini sudah melewati tenggat waktu yang seharusnya selesai pada 31 Desember 2024, namun sebagian pekerjaan belum rampung.
Sumber daya yang terlibat dalam proyek ini juga belum memberikan klarifikasi yang memadai.
Kepala Proyek, Nanang Nurwahib, tidak merespons panggilan media terkait berbagai tudingan yang mencuat.
Sejumlah pihak, termasuk masyarakat setempat, mengharapkan agar proyek yang bertujuan untuk menyelamatkan Danau Tondano dari kerusakan ekologis dan meningkatkan potensi wisata ini segera dievaluasi dan ditindaklanjuti secara transparan.
Danau Tondano, yang merupakan salah satu aset lingkungan terpenting di Sulawesi Utara, memiliki kapasitas tampung air hingga 668,57 juta meter kubik dengan luas 4.616 hektar.
Proyek revitalisasi ini seharusnya menjadi upaya besar untuk mengatasi sedimentasi dan pencemaran yang terjadi selama bertahun-tahun.
Namun, jika dibiarkan tanpa pengawasan yang ketat, proyek ini bisa berbalik menjadi bencana ekologis dan sosial.
Dengan tenggat waktu yang semakin dekat dan berbagai masalah yang mencuat, masyarakat dan pemerhati lingkungan menunggu langkah tegas dari pihak berwenang.
Apakah proyek revitalisasi Danau Tondano akan menjadi contoh keberhasilan penyelamatan lingkungan, atau justru menjadi bukti kegagalan pengawasan dan tata kelola proyek besar di Indonesia? Yang pasti, transparansi dan akuntabilitas menjadi hal yang mutlak diperlukan untuk memastikan proyek ini benar-benar memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat.
Kapolda Sulut Irjen Pol Roycke Harry Langie sebelumnya juga telah menyatakan akan serius menangani kasus ini.
“Terimakasih atas informasinya, akan kami seriusi,” tegas Kapolda Sulut, menandakan komitmen aparat untuk menuntaskan dugaan penyimpangan dalam proyek revitalisasi Danau Tondano ini.
[**/ARP]