MANADO– Kasus dugaan manipulasi plot tanah yang melibatkan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manado semakin memanas.

Rosye Sondakh, seorang warga yang mengklaim tanahnya telah berpindah lokasi secara ilegal, siap melaporkan kasus ini ke Polda Sulawesi Utara pada Rabu (10/12/2024).

Dalam wawancara dengan media pada Rabu malam (11/12/2024), Rosye mengungkapkan bahwa tanah miliknya yang terletak di Kelurahan Kairagi Dua, Manado, secara mengejutkan tercatat dalam sertifikat baru atas nama pihak lain, yaitu Johan.

Tanah yang sebelumnya merupakan bagian dari kepemilikan Johan dalam hamparan tanah yang lebih luas, kini tiba-tiba “berpindah” ke lokasi yang berada di tengah jalan umum.

“Saya punya bukti kuat, termasuk dokumen resmi dan rekaman percakapan dengan pihak BPN yang sebelumnya mengakui lokasi tanah saya yang asli.

Tapi sekarang tanah itu dipindahkan tanpa alasan yang jelas. Ini bukan sekedar kesalahan administrasi,” kata Rosye dengan nada geram.

Penyelidikan atas kasus ini mengarah pada dugaan adanya manipulasi sistematis yang melibatkan Johan dan oknum BPN.

Tim kuasa hukum Rosye mengidentifikasi beberapa pelanggaran hukum dalam proses ini, termasuk kemungkinan pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat BPN.

Tim kuasa hukum juga merinci beberapa pelanggaran hukum yang diduga dilakukan dalam kasus ini, antara lain:

  1. Pemalsuan Dokumen (Pasal 263 KUHP)
    Jika terbukti memalsukan sertifikat tanah, pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga enam tahun. Sertifikat yang diterbitkan atas nama Johan dengan lokasi yang berbeda menjadi sorotan utama dalam investigasi ini.
  2. Pelanggaran Undang-Undang Agraria
    Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, BPN memiliki kewajiban untuk menjamin kepastian hukum atas hak tanah warga negara. Manipulasi lokasi tanah bertentangan dengan prinsip dasar ini.
  3. Maladministrasi dalam Keputusan Publik (Pasal 17 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014)
    Keputusan sepihak oleh oknum BPN yang terindikasi konflik kepentingan bisa berujung pada sanksi administratif, termasuk pemberhentian jabatan.
  4. Penggelapan Hak atas Tanah (Pasal 385 KUHP)
    Jika terbukti menghilangkan hak atas tanah orang lain secara melawan hukum, pelaku dapat dikenakan hukuman penjara hingga empat tahun.

Rosye dan tim kuasa hukumnya tengah mempersiapkan laporan resmi yang akan diajukan ke Polda Sulut.

Mereka juga membuka peluang untuk melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap kemungkinan adanya jaringan mafia tanah yang terlibat.

Selain itu, Rosye berencana menggugat secara perdata untuk mendapatkan keadilan dan kompensasi atas kerugian yang dialaminya.

“Saya yakin saya bukan satu-satunya korban. Banyak orang lain yang mungkin mengalami hal serupa, tetapi takut atau tidak tahu harus melapor ke mana.

Saya mengajak mereka untuk bersuara bersama demi melawan ketidakadilan ini,” tutup Rosye dengan tegas.

[**/ARP]