MINAHASA|ProNews- Proyek Revitalisasi danau Tondano berupa pembangunan Talud tahap pertama Tahun Anggaran (TA) 2023, yang dikerjakan sebanyak 7  titik yang menjadi sentra pekerjaan, mulai dari titik 1 di Desa Tounsaru, kemudian titik 2 sampai 7 dari Desa Tolok sampai Tandengan Satu,” sudah selesai. Itu artinya pada lanjutan proyek ini harus di tender kembali, oleh pemerintah Pusat pada TA 2024 ini.

Namun aneh nya meski proyek ini sudah tutup anggaran, PT Bumi Karsa masih melanjutkan pekerjaan tersebut dengan membeli material teras ilegal di sejumlah lokasi. “Salah satunya lokasi galian C yang berada di  perkebunan  Kelurahan Tara-tara, Kecamatan Tomohon Barat, Kota Tomohon.

Informasi menyebutkan bahwa lokasi galian C ini adalah lokasi ilegal atau tidak berizin. Nama oknum pengusaha ini berinisial M alias Ci Mei, diduga adalah dalang perusak lingkungan di wilayah tersebut,” ucap sejumlah masyarakat setempat kepada media ini, Selasa (6//2024) sore.

Material teras yang digali ini dijual Ci Mei ke PT Bumi Karsa, untuk Proyek Revitalisasi danau Tondano  TA 2023.

“Kami minta Bapak Kapolda Sulut agar menertibkan lokasi tambang ilegal ini dan menangkap siapa pelakunya, ujar mereka, sumber terpercaya media ini.

Menanggapi maraknya Galian C ilegal ini, Ketua LI-TPB Bambang, S.S.h juga mendesak Polda Sulut agar memproses hukum para terduka pelaku ini.

Menurut Bambang, membeli material di tambang ilegal itu sama halnya dengan membeli barang curian atau bisa disebut penadah,” sebut Bambang ketika dimintai pendapatnya.

Terkait aktivitas penambangan galian C diduga ilegal yang lagi marak. Dikatakan Bambang,  tidak pelaku galian C tanpa izin  bisa dipidana, Karena apa, galian C inikan praktik ilegal, otomatis barang yang dihasilkan juga ilegal.

Jika kita merujuk pada pasal 480 KUHP, barang yang dibeli atau disewa dari hasil kejahatan itu dapat dipidana. Nah, itulah kategori dari penadah, ancaman hukumannya bisa 4 tahun kurungan penjara,” jelas Bambang. Karena apa, galian C inikan ilegal, otomatis barang yang dihasilkan juga ilegal.

Apa lagi akibat dari hal tersebut, galian C ini diduga sudah merugikan keuangan negara, dan berdampak terhadap minimnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan serta merusak lingkungan.

Bahkan lanjut Bambang, dalam surat edaran Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, soal Penjelasan mengenai Legalitas dan Pemungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, diatur dalam sejumlah poin dalam pada pasal 7 bahwa Wajib Pajak MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil MBLB.

Kemudian menjelaskan bahwa Dasar pengenaan Pajak MBLB adalah nilai jual hasil pengambilan MBLB. Dalam pasal ini menjelaskan bahwa Nilai jual dihitung berdasarkan perkalian volume/tonase pengambilan MBLB dengan harga patokan tiap-tiap jenis MBLB.

Soal Tarif Pajak MBLB ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen). Di wilayah Daerah tempat pengambilan MBLB.

Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.

Pertanyaan disini apakah perangkat daerah pelaksana pemungut pajak MBLB telah berkoordinasi dengan perangkat daerah yang tugas dan fungsinya terkait penegakan Peraturan Daerah dan perangkat daerah yang melaksanakan urusan perizinan, untuk menertibkan kegiatan pengambilan MBLB yang belum memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika belum silakan ditertibkan,  maka patut dilaporkan dan di periksa aparat penegak hukum (APH),  ucap Bambang.

Apa lagi pada pasal 158 UU RI nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba. Pasal 158 mengatur ‘Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar, “imbuhnya.

Sementara itu Ci Mei, pengusaha asal Kakaskasen, Kecamatan Utara, dikonfirmasi lanjut melalui nomor WhatsApp (0852*011****) belum memberikan klarifikasi kepada media ini.

[**/arp]