MANADO– Polemik terkait pemasangan selang (Nasogastric Tube/NGT) di hidung almarhumah Meiske Mumu tanpa persetujuan keluarga di RSUD ODSK, Manado, terus memicu perhatian publik.

Kasus ini kini memasuki babak baru dengan gugatan perdata yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Manado.

Nancy Sampelan, SH, anak almarhumah, mengungkapkan bahwa keluarganya menolak upaya damai yang diajukan pihak rumah sakit.

“Kami tetap berhak mencari keadilan melalui jalur hukum.

Kejadian seperti ini tidak boleh terulang pada pasien lain,” tegas Nancy saat ditemui di Mapolda Sulut, Senin (9/12/2024).

Peristiwa ini bermula pada 30 Maret 2024, ketika almarhumah Meiske Mumu dirawat di RSUD ODSK.

Nancy mengungkapkan beberapa kejanggalan selama perawatan, antara lain:


Pada hari ketiga perawatan, dokter (tergugat 1) memasang selang NGT tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan keluarga atau menjelaskan tujuan tindakan tersebut.

Dokter bahkan menjamin bahwa pasien akan sembuh setelah prosedur ini, meskipun pada akhirnya pasien meninggal dunia.

Dokter memutuskan agar pasien berpuasa tanpa memberikan alasan yang jelas, meskipun pasien tidak menjalani operasi atau pengambilan darah.

Selain itu, obat-obatan yang diberikan pada tahun 2024 berbeda dengan pengobatan sebelumnya di tahun 2023, ketika pasien sempat sembuh dari penyakit serupa.

Dokter hanya menggunakan hasil CT Scan lama, yang menunjukkan adanya daging menempel di dalam perut pasien.

Dokter spesialis menyatakan kondisi tersebut tidak berbahaya, namun tidak ada tindak lanjut yang memadai untuk memastikan diagnosis atau pengobatan lebih lanjut.

Nancy juga menuturkan bahwa pihak rumah sakit datang ke rumah almarhumah setelah kejadian dengan membawa surat perdamaian.

Surat tersebut sudah dilengkapi meterai dan amplop berisi uang, tanpa ada diskusi atau mediasi sebelumnya.

“Kami tidak pernah membahas perdamaian, apalagi menandatangani surat tersebut.

Kami juga menolak amplop uang yang mereka bawa,” ungkap Nancy.

Isi surat perdamaian itu, menurut Nancy, menyebutkan bahwa pihak keluarga sepakat menyelesaikan masalah melalui mediasi.

Namun, surat itu dinilai hanya upaya pihak rumah sakit untuk menghindari tanggung jawab hukum.

Aktivis, Arthur Mumu, mengecam tindakan pihak rumah sakit yang dianggap melanggar prinsip informed consent.

“Hak pasien dan keluarga untuk mendapatkan informasi lengkap sebelum tindakan medis adalah hal mendasar.

Kasus ini harus menjadi pelajaran penting bagi rumah sakit untuk mematuhi prosedur hukum,” ujar Arthur.

Dia menambahkan bahwa dalam kasus dugaan malpraktik, proses mediasi memang diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023.

Namun, mediasi harus dilakukan dengan itikad baik dari kedua belah pihak, tanpa ada unsur paksaan,” jelas Arthur Mumu.

Gugatan perdata yang diajukan keluarga almarhumah saat ini tengah menunggu putusan sidang di PN Manado.

Keluarga berharap keputusan pengadilan dapat memberikan keadilan, serta menjadi peringatan keras bagi tenaga medis agar lebih profesional dalam menjalankan tugas.

[**/ARP]