PRONEWS, Jakarta- Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, secara tegas mengkritik vonis ringan yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah.

Kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 300 triliun, sementara vonis yang dijatuhkan majelis hakim hanya 6,5 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 210 miliar.

Pernyataan keras tersebut disampaikan Prabowo dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 yang berlangsung di Bappenas, Jakarta, Senin (30/12/2024).

Ia menegaskan bahwa vonis ringan terhadap koruptor seperti Harvey Moeis mencederai rasa keadilan masyarakat.

“Saya mohon ya, kalau sudah jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur, terutama hakim, vonisnya jangan terlalu ringan. Nanti dibilang Prabowo enggak ngerti hukum,” tegas Prabowo.

Kasus Harvey Moeis menjadi sorotan publik karena besarnya kerugian negara yang ditimbulkan.

Dalam sidang putusan pada 23 Desember 2024, majelis hakim yang diketuai oleh Eko Ariyanto memutuskan hukuman penjara 6 tahun 6 bulan, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang mengusulkan hukuman 12 tahun penjara.

Selain itu, jika uang pengganti Rp 210 miliar tidak dibayarkan, Harvey hanya akan menambah masa hukuman dua tahun.

Prabowo mempertanyakan sikap jaksa penuntut dan meminta Kejaksaan Agung untuk mengajukan banding. Ia bahkan menyebut hukuman yang pantas untuk kasus seperti ini adalah 50 tahun penjara.

“Jaksa Agung, naik banding enggak? Naik banding ya. Vonisnya, ya, 50 tahun begitu kira-kira,” tambah Prabowo.

Prabowo juga menyinggung isu fasilitas mewah yang kerap dinikmati koruptor selama masa tahanan. Ia meminta Menteri Pemasyarakatan untuk memastikan bahwa penjara tidak menjadi tempat nyaman bagi koruptor.

“Rakyat pun ngerti. Kalau rampok ratusan triliun, vonisnya ringan, nanti di penjara pakai AC, punya kulkas, pakai TV. Tolong Menteri Pemasyarakatan ya,” imbuh Prabowo.

Dalam pernyataannya, Prabowo mengajak semua pihak, termasuk aparat penegak hukum, untuk kembali pada nilai-nilai perjuangan bangsa yang berlandaskan integritas dan keadilan.

Ia menegaskan pentingnya penegakan hukum yang bersih dan tegas demi menjaga kepercayaan rakyat.

“Kita semua mari kembali ke jati diri kita 17 Agustus 1945, cita-cita pendiri bangsa kita,” pungkasnya.

[**/ML]