MANADO- Nama Agus Abidin alias Agus Elektrik, yang dikenal sebagai pengusaha ternama di Sulawesi Utara, kembali menjadi perbincangan publik setelah Anggota Komisi III DPR RI, Martin Daniel Tumbelaka, meminta aparat kepolisian untuk mengusut tuntas dugaan kasus mafia tanah yang melibatkan beberapa pihak di Sulawesi Utara, salah satunya Agus Abidin.
Agus dilaporkan ke Polda Sulut terkait permasalahan tanah, khususnya di wilayah Minahasa Utara.
Pada Kamis (12/12/2024) belum lama ini, Agus Abidin dipanggil untuk memberikan klarifikasi terkait beberapa laporan masyarakat yang melibatkan dirinya.
Kasubdit Harta Benda (Harda) Ditreskrimum Polda Sulut, AKBP Afrizal Nugroho, mengonfirmasi bahwa Agus dipanggil untuk pemeriksaan awal sebagai bagian dari proses penyelidikan.
Meski demikian, pihak kepolisian belum memberikan informasi lebih lanjut mengenai perkembangan kasus ini, mengingat penyelidikan masih dalam tahap awal.
“Agus memenuhi undangan klarifikasi terkait beberapa laporan masyarakat di wilayah Minahasa Utara,” ujar Afrizal.
Terkait kedatangannya ke Mapolda Sulut, Agus yang tiba sekitar pukul 11.20 WITA mengaku bahwa kedatangannya bukan untuk diperiksa, melainkan hanya untuk “jalan-jalan,” meski ia terlihat memasuki ruang penyidik Ditreskrimum nomor 8.
Nama Agus Abidin mencuat setelah Martin Tumbelaka dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Kapolri pada 11 November 2024 mengungkapkan adanya laporan dari warga mengenai maraknya praktik mafia tanah di Sulut.
Tumbelaka menyebutkan lebih dari 10 laporan yang masuk terkait dugaan penyerobotan tanah yang melibatkan Agus Abidin, yang disebut-sebut kerap menggunakan sertifikat tanah yang tidak sah untuk menggusur hak milik masyarakat.
“Saya mendapat laporan bahwa banyak warga yang kehilangan tanah meski memegang sertifikat resmi, tiba-tiba muncul sertifikat baru atas nama pihak lain, termasuk yang melibatkan Agus Abidin,” ungkap Tumbelaka.
Ia juga menekankan agar Kapolri dan Kapolda Sulut segera mengambil tindakan tegas untuk melindungi hak-hak masyarakat yang terdzolimi.
Nama Agus Abidin atau yang akrab disapa Agus Elektrik telah lama dikaitkan dengan sejumlah kasus sengketa tanah di Sulut.
Salah satu kasus besar yang melibatkan Agus adalah proyek Paramount Hill di Malalayang, Kota Manado.
Dalam proyek ini, Agus diduga menjual tanah kepada pihak pengembang, namun setelah pembangunan dimulai, masyarakat yang memegang sertifikat tanah sah menggugat kepemilikan lahan tersebut, yang menyebabkan proyek terhenti.
Selain itu, Agus Abidin juga terlibat dalam sengketa tanah yang berhubungan dengan Bangunan Mangkrak di Stadion Klabat, sebuah gedung yang dibangun Agus di atas lahan milik pemerintah.
Bangunan ini menghalangi rencana pelebaran jalan yang direncanakan pemerintah, namun Agus menolak menyerahkan surat hak miliknya tanpa kompensasi.
Satu lagi kasus yang mengaitkan nama Agus adalah Reklamasi Minahasa Utara, di mana Agus melalui perusahaannya, PT Manado Utara Perkasa (MUP), terlibat dalam sengketa lahan yang melibatkan perusahaan properti besar di Indonesia, PT Paramount Enterprise Internasional, yang merupakan anak perusahaan dari PT Papan Perseda Indonesia.
Kasus ini pun melibatkan banyak pihak dan menjadi perhatian publik.
Terkait dengan masalah mafia tanah yang melibatkan Agus Abidin, banyak pihak, terutama aktivis dan masyarakat, mendesak agar aparat kepolisian segera menuntaskan kasus ini.
Mereka berharap agar Kapolda Sulut Irjen Pol Roycke Langie segera bertindak tegas, dan jika diperlukan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan untuk memastikan proses hukum berjalan transparan dan adil.
“Kasus ini menjadi ujian besar bagi penegak hukum di Sulut. Jika terbukti ada penyimpangan hukum, pelaku harus dihukum dengan berat untuk memberi efek jera,” ujar salah seorang aktivis anti-mafia tanah.
Permasalahan tanah di Sulawesi Utara semakin memperlihatkan betapa buruknya dampak dari praktik mafia tanah yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
Agus Abidin, sebagai pengusaha berpengaruh dengan jaringan bisnis yang luas, dituntut untuk bertanggung jawab atas tuduhan yang dialamatkan kepadanya dan menuntaskan sengketa tanah yang telah merugikan masyarakat.
[**/TAK]